Petikan Kuliah Sejarah Indonesia Masa Kerajaan Islam sampai Penetrasi Barat
Oleh : Yusuf,S.Pd
Cirebon-Banten (1500-an -1812)
Kalangan kesultanan di Cirebon meyakini, pendiri Cirebon adalah Pangeran Walangsungsang. Ia kemudian digantikan oleh Syarif Hidayatullah yang kemudian dikenal sebagai Sunan Gunung Jati yang lahir pada 1448. Dialah yang membangun kesultanan tersebut. Ayahnya ulama dari Timur Tengah, sedang ibunya dipercaya sebagai putri Raja Pajajaran.
Sunan Gunung Jati mempunyai ikatan erat dengan Demak. Jika di Demak posisi "raja" dan "ulama" terpisah, Sunan Gunung Jati adalah "raja" sekaligus "ulama". Ia mengenalkan Islam pada masyarakat di wilayah Kuningan, Majalengka hingga Priangan Timur. Bersama kerajaan Mataram, Kesultanan Cirebon mengirim ekspedisi militer untuk menaklukkan Sunda Kelapa (kini Jakarta) di bawah Panglima Fadhillah Khan atau Faletehan, pada 1527.
Sekitar tahun 1520, Sunan Gunung Jati dan anaknya, Maulana Hasanuddin melakukan ekspedisi damai ke Banten. Saat itu kekuasaan berpusat di Banten Girang di bawah kepemimpinan Pucuk Umum -tokoh yang berada di bawah kekuasaan Raja Pakuan, Bogor. Pucuk Umum menyerahkan wilayah itu secara sukarela, sebelum ia mengasingkan diri dari umum. Para pengikutnya menjadi masyarakat Badui di Banten, sekarang. Maulana Hasanuddin lalu membangun kesultanan di Surosowan, dan Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon.
Setelah Raden Patah meninggal, begitu pula Dipati Unus yang menyerbu Portugis di Malaka, kepemimpinan dilanjutkan oleh Sultan Trenggono. Sunan Gunung Jati-lah yang menobatkan Sultan Trenggono. Anaknya, Maulana Hasanuddin dinikahkan dengan Ratu Nyawa, putri Sultan Demak itu. Mereka dikaruniai dua anak, Maulana Yusuf dan Pangeran Aria Jepara -nama yang diperolehnya karena ia dititipkan pada Ratu Kalinyamat di Jepara.
Di Cirebon, dalam usia lanjut Sunan Gunung Jati menyerahkan keraton pada cicitnya, Panembahan Ratu. Setelah itu, kesultanan dipegang oleh putranya, Pangeran Girilaya. Setelah itu Cirebon terbelah. Yakni Kesultanan Kasepuhan dengan Pangeran Martawijaya Samsuddin sebagai raja pertamanya, dan Kasultanan Kanoman yang dipimpin Pangeran Kartawijaya Badruddin. Pada 1681, kedua kesultanan minta perlindungan VOC. Posisi Cirebon tinggal sebagai simbol, sementara kekuasaan sepenuhnya berada di tangan VOC.
Sementara itu, Banten justru berkembang menjadi pusat dagang. Maulana Hasanuddin meluaskan pengembangan Islam ke Lampung yang saat itu telah menjadi produsen lada. Di Banten tumbuh tiga pasar yang sangat sibuk. Ia wafat pada 1570. Sedangkan putranya, Maulana Yusuf menyebarkan Islam ke pedalaman Banten setelah ia mengalahkan kerajaan Pakuan pada 1579. Maulana Muhammad -putra Maulana Yusuf-tewas saat mengadakan ekspedisi di Sumatera Selatan (1596), kesultanan lalu dipegang Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdul Kadir (1596-1651).
Pada masa itulah, kapal-kapal Belanda dan Portugis berdatangan ke Banten. Demikian pula para pedagang Cina. Ketegangan dengan Kesultanan Banten baru terjadi setelah Sultan Abdul Mufakir wafat, dan digantikan cucunya Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu, Sultan Ageng didampingi ulama asal Makassar Syekh Yusuf. Tokoh ini berperan besar dalam perlawanan Kerajaan Gowa (Makassar) di bawah Sultan Hasanuddin terhadap VOC. Sultan Ageng Tirtayasa yang menganggap kompeni menyulitkan perdagangan Banten, memboikot para pedagang Belanda.
Persoalan muncul setelah Sultan Ageng Tirtayasa menyerahkan kekuasaan pada anaknya yang baru pulang berhaji, Abdul Kohar Nasar atau Sultan Haji (1676). Sultan Haji lebih suka berhubungan dengan kompeni. Ia memberi keleluasaan pada Belanda untuk berdagang di Banten. Sultan Ageng Tirtayasa tak senang dengan kebijakan itu. Para pengikutnya kemudian menyerang Istana Surosowan pada 27 Februari 1682. Sultan Haji pun minta bantuan dari Belanda. Armada Belanda -yang baru mengalahkan Trunojoyo di jawa Timur-dikerahkan untuk menggempur Sultan Ageng Tirtayasa.
Para pengikut Sultan Ageng Tirtayasa pun menyebar ke berbagai daerah untuk berdakwah. Syekh Yusuf lalu dibuang ke Srilanka -tempat ia memimpin gerakan perlawanan lagi, sebelum dibuang ke Afrika Selatan. Di tempat inilah Syekh Yusuf menyebarkan Islam. Sedangkan Banten jatuh menjadi boneka Belanda. Daendels yang membangun jalan raya Anyer-Panarukan kemudian memindahkan pusat kekuasaan Banten ke Serang. Istana Surosowan dibakar habis pada 1812.
Pada tahun 1887, setelah meledak wabah penyakit anthrax tahun 1880 yang menewaskan 40.000 orang dan letusan Gunung Krakatau 23 Agustus 1883 yang menewaskan 21 ribu jiwa, Kiai Wasid dan para ulama memimpin pemberontakan heroik di Cilegon.n
Demak-Mataram
Adalah Raden Patah yang menjadi perintis kerajaan Islam di Jawa. Ia disebut-sebut sebagai putra Raja Majapahit Brawijaya V dengan putri asal Campa (kini Kamboja) yang telah masuk Islam. Masa kecilnya dihabiskan di Pesantren Ampel Denta -pesantren yang dikelola Sunan Ampel. Ibu Sunan Ampel (istri Maulana Malik Ibrahim) juga putri penguasa Campa. (Lihat: "Walisongo").
Ketika Majapahit melemah dan terjadi pertikaian internal, Raden Patah melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit dan membangun Kesultanan Demak. Dalam konflik dengan Majapahit, ia dibantu Sunan Giri. Berdirilah Kesultanan Demak pada 1475 atau beberapa tahun setelah itu. Kelahiran Demak tersebut mengakhiri masa Kerajaan Majapahit. Banyak penganut Hindu kemudian pindah ke Bali mendesak penduduk asli, atau mengasingkan diri ke Tengger.
Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa pengganti Raden Patah adalah Pangeran Sabrang Lor. Dia yang menyerbu Portugis di Malaka pada 1511. Pangeran Sabrang Lor ini tampaknya adalah Dipati Unus menurut sumber Portugis. Pada 1524-1546, kekuasaan Demak dipegang oleh Sultan Trenggono yang dilantik oleh Sunan Gunung Jati -Sultan Cirebon yang juga salah seorang "walisongo".
Dalam buku "Sejarah Ummat Islam Indonesia" yang diterbitkan Majelis Ulama Indonesia, Trenggono banyak membuat langkah besar. Pada masanya, Sunda Kelapa (kini Jakarta) digempur. Berbagai wilayah lain ditaklukkannya. Namun ia tewas dalam pertempuran menaklukkan Panarukan - Jawa Timur. Ia diganti adiknya, Sunan Prawoto, yang lemah. Banyak adipati memberontak. Prawoto dibunuh Adipati Jipang, Ario Penangsang.
Demak berakhir. Jaka Tingkir atau Sultan Adiwijaya -menantu Trenggono-memindahkan kerajaan ke Pajang. Atas bantuan Senopati, anak Ki Ageng Pemanahan, Ario Penangsang dapat dikalahkan. Senopati dijadikan menantu Sultan. Begitu Adiwijaya wafat, dia mengambil alih kekuasaan dan memindahkannya ke Mataram.
Senopati berkuasa dengan tangan besi. Legenda rakyat menyebut ia membunuh menantunya sendiri, Ki Mangir, dengan menghantamkan kepala korban ke batu. Ia digantikan anaknya, Pangeran Seda ing Krapyak yang meninggal pada 1613. Pemerintahan dilanjutkan oleh anak Seda ing Krapyak, Mas Rangsang yang kemudian bergelar Sultan Agung (1613-1645).
Model kepemimpinan Sultan Agung dianggap menjadi patron "kepemimpinan Soeharto". Dia memegang erat kekuasaan dengan gaya yang anggun. Wilayah demi wilayah ditaklukkannya untuk tunduk ke Mataram. Adipati Ukur di Sumedang diserangnya. Panembahan Kawis Gua -pelanjut Sunan Giri- berhasil dibekuk dan ditawan di Mataram. Blambangan digempur.
Kesultanan Cirebon diikatnya dengan perkawinan. Putri Sultan Agung menikah dengan Pangeran Cirebon. Adipati Surabaya yang memberontak dikalahkannya, lalu Pangeran Pekik, putra adipati itu diambilnya sebagai menantu.
Ia juga mengirim utusan ke Mekah, menggunakan kapal Inggris, untuk memperoleh gelar Sultan. Tahun 1641, gelar itu diperolehnya. Jadilah Mataram bukan hanya pusat kekuasaan namun juga pusat Islam di Jawa. Sultan Agung mengubah penanggalan Jawa dari Tahun Saka menjadi Tahun Hijriah. Ia juga memerintahkan para pujangga kraton untuk menulis 'Babad Tanah Jawi'.
Setelah era Demak, Sultan Agung adalah satu-satunya kekuasaan yang berani menggempur asing. Pada 1618, VOC Belanda bertikai dengan Jepara yang berada di pihak Mataram. Pada 1628 dan 1629, Sultan Agung dua kali menyerang markas VOC di Batavia. Upayanya gagal setelah gudang persediaan makanannya dibakar Belanda.
Pada Februari 1646, Sultan Agung wafat. Ia dimakamkan di puncak bukit imogiri, komplek pemakaman yang dibangunnya pada 1631. (Soeharto juga membangun komplek pemakamannya sendiri). Ia digantikan anaknya, Amangkurat I (1647-1677). Pada masa inilah, Mataram hancur. Ia banyak mengumbar nafsu. Ribuan ulama dikumpulkan di alun-alun untuk dibantai karena mereka bersimpati pada Pangeran Alit, paman Amangkurat yang tewas setelah berontak.
Sang anak, Amangkurat II, seorang ambisius. Ia ingin sesegera mungkin mendepak ayahnya. Ia mengundang kawannya seorang Madura, Trunojoyo, untuk memberontak. Trunojoyo menguasai kerajaan. Pada 1677 itu, di saat rakyat tertimpa musibah kelaparan hebat, Amangkurat I terlunta-lunta mengungsi hingga meninggal di daerah Tegal. Sejak Amangkurat I, kekuasaan di Jawa sepenuhnya dalam kendali pihak Belanda.
Amangkurat II kemudian berkoalisi dengan Belanda untuk menyingkirkan Trunojoyo. Bahkan Amangkurat II menikam sendiri perut sahabat dekatnya tersebut. Amangkurat II ini yang menurunkan Dinasti Pakubuwono di Solo dan Hamengkubuwono di Yogya. Dari Pakubuwono kemudian pecah Dinasti Mangkubumi. Sedangkan dari Hamengkubuwono lahir Dinasti Paku Alam.
Islam hanya tersisa sebagai simbol.n
Pasai-Aceh
Catatan tertua tentang kerajaan wilayah ini berasal dari Cina. Yakni tentang kedatangan utusan dari negeri Lan Wo Li (Lamuri) dan Samutala (Samudera) Nama kedua utusan itu bercirikan muslim. Lamuri kini berlokasi di Aceh Besar, sedangkan Samudera berada di kecamatan Samudera, Kabupaten Aceh Utara.
Pada 1345, Ibnu Batuthah dari Maroko singgah di Samudera Pasai dalam perjalanan dari Delhi-India ke Cina. Ia menggambarkan jumlah penduduk kota sekitar 20 ribu jiwa. Di sana terdapat istana yang ramai dengan ratusan ilmuwan dan ulama. Pada masa itu, sultan adalah Ahmad Malik Ad-Dhahir (1326-1371). Ia mewarisi kekuasaan di sana dari Sultan Muhammad Malik ad-Dhahir (1297-1326).
Yang dianggap sebagai pembangun Dinasti Kerajaan Samudera Pasai adalah Merah Silu (1275-1297). Semula, ia adalah penyembah berhala. Kemudian Merah Silu masuk Islam dan menggunakan nama Malik Saleh. Beberapa nama sultan sempat tercatat. Antara lain Zainal Abidin Malik (1371-1405), lalu Sultan Hidayah Malik, juga Nahrisyah.
Bersamaan dengan itu, di ujung utara Aceh juga tumbuh menjadi satu pusat kekuasaan. Buku "Sejarah Umat Islam" terbitan MUI menyebut sembilan nama sultan yang dimulai dengan Johansyah (601 H. atau sekitar peralihan abad 12-13 Masehi), sebelum kemudian terjadi dua kerajaan kecil. Yakni raja Mudhafarsyah di Mahkota Alam dan Inayatsyah di Darul Kamal. Mudhafarsyah menang. Penggantinya, Ali Mughayatsyah menyatukan kedua kerajaan itu, dan menetapkan Bandar Aceh Darussalam sebagai ibukota.
Mughayatsyah pula yang menyatukan Kesultanan Pasai ke dalam kendalinya pada 1524. Pasai berakhir. Wilayah Deli bahkan dikuasai. Pada 1521, armada laut Aceh menghancurkan kekuatan Portugis pimpinan Jorge de Brito. Anak Mughasyatsyah, Salahuddin, pada 1537 menyerang Malaka namun gagal. Aceh dapat memulihkan kekuatannya di masa Sultan Alauddin Rihayatsyah yang digelari Al- Kahar (sang penakluk).
Musafir Portugis F. Mendez Pinto yang tinggal di Aceh 1539, menyebut pasukan Al-Kahar berasal dari berbagai bangsa. Ia memiliki batalyon tentara Turki. Al-Kahar dua kali menggempur Malaka, yakni 1547 dan 1568. Pasukannya bahkan mengalahkan Portugis (1562) dengan meriam yang dibelinya dari Turki. Masyarakat Aceh mengenal cerita "lada secupak". Cerita sat Raja Aceh mengirim utusan ke Turki untuk membeli meriam dengan menggunakan lada sebagai pembayarannya. Di Turki mereka lama menunggu, sampai akhirnya utusan itu menjual lada sedikit demi sedikit sehingga tinggal "secupak".
Pada 28 September 1571, Sultan Alauddin wafat. Perebutan kekuasaan terus terjadi, sampai seorang tua bernama Sayyid Al-Mukammil disepakati menjadi raja. Ali Riayatsyah menggantikan Al-Mukammil. Aceh diserbu Portugis. Raja wafat dalam serbuan itu. Iskandar Muda -keponakan yang tengah dipenjara oleh raja-bangkit memimpin perlawanan dan mampu mengusir Portugis. Kitab "Bustanus-salatin" menyebut Iskandar Muda dinobatkan pada 6 Dzulkhijjah 1015, atau awal April 1607.
Para bangsawan kerajaan dikontrol dengan keras oleh Iskandar Muda. Mereka diharuskan ikut jaga malam di istana setiap tiga hari sekali tanpa membawa senjata. Setelah semua terkontrol, Iskandar Muda memegang kendali terhadap produksi beras. Di masanya, Kerajaan Aceh Darussalam mengekspor beras keluar wilayah. Ia memperketat pajak kelautan bagi kapal-kapal asing, mengatur kembali pajak perdagangan (saat itu banyak pedagang Inggris dan Belanda berada di Aceh), bahkan juga mengenai harta untuk kapal karam.
Untuk militer, Iskandar Muda membangun angkatan perang yang sang kuat. Seorang asing, Beaulieu mencatat jumlah pasukan darat Aceh sekitar 40 ribu orang. Untuk armada laut, diperkirakan Aceh memiliki 100-200 kapal, diantaranya kapal selebar 30 meter dengan awal 600-800 orang yang dilengkapi tiga meriam. Ia juga mempekerjakan seorang Belanda sebagai penasihat militer yang mengenalkan teknik perang bangsa Belanda dan Perancis. Benteng Deli dijebol. Beberapa kerajaan ditaklukkan seperti Johor (1613), Pahang (1618), Kedah (1619) serta Tuah (1620).
Iskandar Muda wafat pada 29 Rajab 1046 H, atau 27 Desember 1636. Ia digantikan menantunya, Sultan Iskandar Tsani yang lembut. Tidak bertangan besi seperti mertuanya. Iskandar Tsani lebih menitikberatkan pada masalah keagamaan ketimbang kekuasaan. Begitu pula istrinya, Sri Sultan Taju al_Alam Syafiatuddin Syah (1641-1675) setelah Iskandar Tsani wafat. Setelah itu, tiga perempuan memegang kendali kerajaan Aceh. Mereka adalah Sultanah Nurul Alam Zakiatuddin Syah (1675-1677), Ratu Inayat Zakiatuddin Syah (1677-1688) dan Ratu Kamalat. (1688-1699).
Kesultanan Aceh terus berjalan. Namun, pamornya terus menyurut. Pertikaian internal terus berlangsung. Sementara pusat kegiatan ekonomi dan politik bergeser ke selatan ke wilayah Riau-Johor-Malaka. Aceh baru muncul kembali dua abad kemudian, yakni akhir Abad 19, ketika Belanda berusaha menguasai wilayah tersebut. Pemberontakan oleh para bangsawan Aceh terjadi. Sekali lagi, sejarah Aceh kepemimpinan perempuan yakni melalui perlawanan Tjut Nya' Dhien, sekalipun sudah tanpa Teuku Umar dan Panglima Polim.n Dua abad kemudian, kepemimpinan perempuan di Aceh mewujud pada Tjut Nya' Dhien yang memimpin pemberontakan terhadap Belanda. n
Perang Aceh
(1873-1903)
Awalnya adalah "Tractat London 1871". Dalam perjanjian tersebut, Inggris menyerahkan seluruh wilayah Sumatera pada Belanda. Sebelumnya, "Tractat 1824", wilayah yang diserahkan hanya "Pantai Barat Sumatera". Dengan demikian Aceh terlindung dari tangan-tangan Belanda.
Kini Belanda mengincar Aceh. Pada 27 Desember 1871, wakil Sultan Aceh -Habib Abdurrahman-berunding dengan Belanda di geladak kapal Jambi. Intinya, Aceh sepakat untuk berdagang dan bersahabat dengan Belanda asalkan wilayah yang pernah menjadi bagian Kerajaan Aceh dikembalikan. Di antaranya adalah Sibolga, Barus, Singkel, Pulau Nias dan beberapa kerajaan di pesisir Sumatera Timur. Lima orang utusan Sultan Aceh dipimpin Tibang Muhammad datang untuk berunding dengan Residen Riau, Desember 1872.
Sebulan di Riau duta tersebut pun diantar pulang dengan kapal uap Mernik, melalui Singapura. Di Singapura, mereka sempat bertemu dengan Konsul Amerika dan Konsul Italia. Pertemuan tersebut dimanfaatkan Belanda untuk menuduh Aceh berselingkuh. Belanda lalu mempersiapkan armada perangnya untuk menggempur Aceh. Kesultanan Aceh juga bersiaga. Mereka mendatangkan 1349 senjata -berikut 5.000 peti mesiu-dari Pulau Pinang. Rakyat juga telah dimobilisasi oleh T. Chik Kutakarang.
Tanggal 1 April 1873, F.N. Nieuwenhuyzen menyatakan perang. Sebanyak 33 kapal mengepung Aceh, dengan kekuatan 168 perwira dan 3198 prajurit. Tanggal 5 April, perang pecah di Pantai Cermin -Banda Aceh. Kapal "Citadel van Antwerpen" terkena 12 tembakan meriam. Belanda terus mendesak ke arah Masjid Raja dan "dalam" -istilah untuk menyebut istana. Rakyat Aceh -yang terus meneriakkan "La ilaha illallah"-semakin gigih. Tanggal 14 April, Jenderal Mayor J.H.R. Kohler tewas. Belanda mundur. Sebanyak 45 orang pasukan Belanda tewas, 405 lain luka-luka. Tanggal 25 April, serdadu Belanda kembali ke kapal. Empat hari kemudian, mereka meninggalkan pantai Aceh.
Tanggal 16 Nopember 1873, 60 kapal bertolak dari Batavia untuk kembali menyerang Aceh. Kapal tersebut membawa 389 perwira, 7888 serdadu, 32 perwira dokter, juga "3565 orang hukuman dan 246 perempuan". Mereka membawa pula 206 pucuk meriam dan 22 mortir, dilengkapi pasukan zeni pembuat rel kereta api dan rakit untuk menyusuri sungai, seorang pastur, seorang ustad H.M. Ilyas asal Semarang, dan lima orang Jawa dan Cina sebagai mata-mata.
Sebelumnya, Belanda juga telah menyusupkan seorang bernama Ali Bahanan. Mangkunegara yang membantu Belanda menggempur Diponegoro, dilibatkan pula dalam serangan ke Aceh. Perwira Mangkunegara Ario Gondo Sisworo ikut berangkat ke Aceh bersama Perwira Paku Alam, Raden Mas Panji Pakukuning. Tanggal 9 Desember 1873, tentara Belanda mendarat di Kualalue dan bergerak di Kuala Gigieng. Perlawanan pasukan Tuanku Hasyim dan Tuanku Manta Setia dipatahkan Jenderal Mayor Verpijck.
Panglima Polim mengorganisasikan 3000 pasukannya di sekitar Masjid Raya. Ia dibantu 800 tentara Raja Teunom, 500 tentara Raja Pidie, dan sekitar 1000 rakyat Peusangan. Namun, 6 Januari 1874, Masjid Raya jatuh. Tanggal 13 Januari, Sultan dan Panglima Polim meninggalkan istana dan mengungsi ke Luengbata, lalu Pade Aye. Namun lima hari kemudian Sultan wafat karena penyakit kolera. Panglima Polim dan petinggi kerajaan kemudian mengangkat Muhammad Daudsyah -putra sultan yang baru berusia enam tahun-- sebagai sultan baru. Tanggal 31 Januari 1874, Jenderal van Swieten mengumumkan bahwa Aceh sudah ditaklukkan.
Namun, di luar Banda Aceh, perlawanan terus berlangsung sengit. Habib Abdurrahman, utusan Aceh ke Turki, berhasil mendarat di Idi dengan menyamar sebagai seorang Keling. Ia memimpin perlawanan yang menimbulkan banyak korban di kalangan Belanda. Belanda memperkuat gempurannya dengan mengganti Jenderal Diemont dengan Van der Hejden. Mereka berhasil menjepit perlawanan rakyat Aceh. Habib Abdurrahman menyerah, dan dikirim ke Jedah dengan kapal "Curacau" pada 23 Nopember 1878, dan dibekali 1200 ringgit. Dari Habib Abdurrahman, Belanda juga mendapat strategi untuk mematahkan rakyat Aceh.
Di Aceh Barat, Teuku Umar dan istrinya, Tjut Nya' Dhien memimpin perlawanan. Di Tiro, Tengku Cik di Tiro Muhammad Amin dan penggantinya, Tengku Syeikh Saman menggalang perlawanan rakyat. Pada Agustus 1893, Teuku Umar sempat menyeberang ke pihak Belanda dan dianugerahi gelar Teuku Umar Johan Pahlawan.
Tiga tahun kemudian, Teuku Umar bergabung kembali dengan kawan-kawannya. Ia, bersama Sultan dan Panglima Polim habis-habisan bertempur. Dalam pertempuran di Pulo Cicem dan Kuta Putoih, 78 orang tentara Aceh tewas. Teuku Umar mundur ke Aceh Barat. Ia tewas pada 11 Februari 1899, dalam bentrokan di Meulaboh. Gubernur J.B. Van Heutz memimpin langsung serangan ke Pidie. Ia juga menggunakan penasihatnya, Snouck Horgonje, yang mengaku telah masuk Islam untuk menarik simpati rakyat Aceh.
Sultan dan Panglima Polim membentuk basis di Kuta Sawang. Namun pertahanan tersebut hancur dalam serangan 14 Mei 1899. Di saat kekuatan Sultan terdesak, di Aceh Timur seorang ulama bernama Abdullah Pakeh atau Teungku Tapa, berhasil mengorganisasikan 10 ribu pasukan. Ia juga menggalang laskar perempuan berkekuatan 500 orang. Berulang kali pasukan Teungku Tapa menyulitkan tentara Belanda.
Pertempuran demi pertempuran terus berlangsung. Februari 1900, Sultan dan para pengikutnya menyingkir ke Gayo. Tanggal 1 Oktober 1901, Mayor G.C.E van Daaelen menyisir Tanah Gayo di pedalaman sekitar Danau Laut Tawar. Tidak ada hasil. Belanda kemudian bersiasat dengan menangkap istri Sultan di Glumpang Payong, dan kemudian istri lainnya di Pidie. Anak Sultan, Tuanku Ibrahim, juga ditangkap. Sultan, pada tanggal 10 Januari 1903, menyerahkan diri setelah Belanda mengancam akan mengasingkan istri dan anak sultan. Tanggal 6 September 1903, Panglima Polim juga menyerah setelah istrinya ditangkap. Perlawanan Tjut Nya' Dhien juga dapat diakhiri. Ia dibuang ke Sumedang, Jawa Barat, dan meninggal pada 1906.
Perlawanan rakyat masih terus berlangsung. Namun Belanda telah menguasai keadaan.
Perang Diponegoro
(1825-1830)
Sebelas November 1785, keluarga kraton Ngayogyakarta Hadiningrat berbahagia. Hamengku Buwono III (HB-III), hari itu, mempunyai anak pertama yang dinamai Antawirya. Konon Hamengkubuwono I (HB-I) sangat tertarik pada cicitnya itu. Ia, katanya, akan melebihi kebesarannya. Ia akan memusnahkan Belanda.
Antawirya dibesarkan di Tegalrejo dalam asuhan Ratu Ageng, istri HB-I. Di sana ia belajar mengaji Quran dan nilai-nilai Islam. Tegalrejo juga memungkinkannya untuk lebih dekat dengan rakyat. Spiritualitasnya makin terasah dengan kesukaannya berkhalwat atau menyepi di bukit-bukit dan gua sekitarnya. Hal demikian membuat Antawirya semakin tak menikmati bila berada di kraton yang mewah, dan bahkan sering mengadakan acara-acara model Barat. Termasuk dengan pesta mabuknya. Kabarnya, Antawirya hanya "sowan" ayahnya dua kali dalam setahun. Yakni saat Idul Fitri dan 'Gerebeg Maulid".
Antawirya kemudian bergelar Pangeran Diponegoro. Ia tumbuh sebagai seorang yang sangat disegani. Ayahnya hendak memilihnya sebagai putra mahkota. Ia menolak. Ia tak dapat menikmati tinggal di istana. Ia malah menyarankan ayahnya agar memilih Djarot, adiknya, sebagai putra mahkota. Ia hanya akan mendampingi Djarot kelak.
Pada 1814, Hamengku Buwono III meninggal. Pangeran Djarot, yang baru berusia 13 tahun, diangkat menjadi Hamengku Buwono IV. Praktis kendali kekuasaan dikuasai Patih Danurejo IV -seorang pro Belanda dan bahkan bergaya hidup Belanda. Perlahan kehidupan kraton makin menjauhi suasana yang diharapkan Diponegoro. Apalagi setelah adiknya, Hamengku Buwono IV meninggal pada 1822. Atas inisiatif Danurejo pula, Pangeran Menol yang baru berusia 3 tahun dinobatkan menjadi raja. Makin berkuasalah Danurejo.
Saran-saran Diponegoro tak digubris. Danurejo dan Residen Yogya A.H. Smissaert malah berencana membuat jalan raya melewati tanah Diponegoro di Tegalrejo. Tanpa pemberitahuan, mereka mematok-matok tanah tersebut. Para pengikut Diponegoro mencabutinya. Diponegoro minta Belanda untuk mengubah rencananya tersebut. Juga untuk memecat Patih Danurejo. Namun, pada 20 Juli 1825, pasukan Belanda dan Danurejo IV mengepung Tegalrejo. Diponegoro telah mengungsikan warga setempat ke bukit-bukit Selarong. Di sana, ia juga mengorganisasikan pasukan.
Pertempuran pun pecah. Upaya damai dicoba dirintis. Belanda dan Danurejo mengutus Pangeran Mangkubumi -keluarga kraton yang masih dihormati Diponegoro. Namun, setelah berdialog, Mangkubumi justru memutuskan bergabung dengan Diponegoro. Gubernur Jenderal van der Capellen memperkuat pasukannya di Yogya. Namun 200 orang tentara itu, termasuk komandannya Kapten Kumsius, tewas di Logorok, Utara Yogya, atas terjangan pasukan Diponegoro di bawah komando Mulyosentiko.
Dalam pertikaian ini, dua kraton Surakarta -Paku Buwono dan Mangkunegoro- berpihak pada Belanda. Pasukan pimpinan Tumenggung Surorejo dapat menghancurkan pasukan bantuan Mangkunegoro. Di Magelang, pasukan Haji Usman, Haji Abdul Kadir mengalahkan tentara Belanda dan Tumenggung Danuningrat. Danuningrat tewas di pertempuran itu. Di Menoreh, Diponegoro sendiri memimpin pertempuran yang menewaskan banyak tentara Belanda dan Bupati Ario Sumodilogo.
Markas Prambanan diduduki. Meriam-meriam Belanda berhasil dirampas. Di daerah Bojonegoro-Pati-Rembang, pihak Belanda ditaklukkan pasukan rakyat Sukowati pimpinan Kartodirjo. Pertahanan Belanda di Madiun dihancurkan pasukan Pangerang Serang dan Pangeran Syukur. Belanda kemudian mendatangkan pasukan Jenderal van Geen yang terkenal kejam di Sulawesi Selatan. Dalam pertempuran di Dekso, Sentot Alibasyah menewaskan hampir semua pasukan itu. Van Geen, Kolonel Cochius serta Pangeran Murdoningrat dan Pangeran Panular lolos.
Murdoningrat dan Panular kembali menyerang Diponegoro. Kali ini bersama Letnan Habert. Di Lengkong, mereka bentrok. Habert tewas di tangan Diponegoro sendiri. Pasukan Surakarta yang sepakat melawan Diponegoro dihancurkan di Delanggu. Benteng Gowok yang dipimpin Kolonel Le Baron, jatuh dalam serbuan 15-16 Oktober 1826. Diponegoro tertembak di kaki dan dada dalam pertempuran itu. Pasukan Sentot Alibasyah yang tinggal selangkah merebut kraton Surakarta dimintanya mundur. Tujuan perang, kata Diponegoro, adalah melawan Belanda dan bukan bertempur sesama warga.
Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya. Pemberontakan Paderi di Sumatera Barat, untuk sementara dibiarkan. Sekitar 200 benteng telah dibangun untuk mengurangi mobilitas pasukan Diponegoro. Perlahan langkah tersebut membawa hasil. Dua orang panglima penting Diponegoro tertangkap. Kyai Mojo tertangkap di Klaten pada 5 Nopember 1828. Sentot Alibasyah, dalam posisi terkepung, menyerah di Yogya Selatan pada 24 Oktober 1829.
Diponegoro lalu menyetujui tawaran damai Belanda. Tanggal 28 Maret 1830, Diponegoro disertai lima orang lainnya (Raden Mas Jonet, Diponegoro Anom, Raden Basah Martonegoro, Raden Mas Roub dan Kyai Badaruddin) datang ke kantor Residen Kedu di Magelang untuk berunding dengan Jenderal De Kock. Mereka disambut dengan upacara militer Belanda. Dalam perundingan itu, Diponegoro menuntut agar mendapat "kebebasan untuk mendirikan negara sendiri yang merdeka bersendikan agama Islam."
De Kock melaksanakan tipu muslihatnya. Sesaat setelah perundingan itu, Diponegoro dan pengikutnya dibawa ke Semarang dan terus ke Betawi. Pada 3 Mei 1830, ia diasingkan ke Manado, dan kemudian dipindahkan lagi ke Ujungpandang (tahun 1834) sampai meninggal. Di tahanannya, di Benteng Ujungpandang, Diponegoro menulis "Babad Diponegoro" sebanyak 4 jilid dengan tebal 1357 halaman.
Pergolakan rakyat pimpinan Diponegoro telah menewaskan 80 ribu pasukan di pihak Belanda -baik warga Jawa maupun Belanda dan telah menguras keuangan kolonial. Hal demikian mendorong Belanda untuk memaksakan program tanam paksa yang melahirkan banyak pemberontakan baru dari kalangan ulama. Di Jawa, para pengikut Diponegoro seperti Pangeran Ario Renggo terus melancarkan perlawanan meskipun secara terbatas.
Perang Paderi
(1821-1837)
Masyarakat Minangkabau telah memeluk ajaran Islam sejak Abad 16 atau bahkan sebelumnya. Namun hingga awal abad 19, masyarakat tetap melaksanakan adat yang berbau maksiat seperti judi, sabung ayam maupun mabuk-mabukan. Hal demikian menimbulkan polemik antara Tuanku Koto Tuo -seorang ulama yang sangat disegani, dengan para muridnya yang lebih radikal. Terutama Tuanku nan Reneh.
Mereka sepakat untuk memberantas maksiat. Hanya, caranya yang berbeda. Tuanku Koto Tuo menginginkan jalan lunak. Sedangkan Tuanku nan Reneh cenderung lebih tegas. Tuanku nan Reneh kemudian mendapat dukungan dari tiga orang yang baru pulang dari haji (1803) yang membawa paham puritan Wahabi. Mereka Haji Miskin dari Pandai Sikat, Haji Sumanik dari Delapan Kota, dan Haji Piobang dari Lima Puluh Kota.
Kalangan ini kemudian membentuk forum delapan pemuka masyarakat. Mereka adalah Tuanku nan Reneh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung, Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Padang Lawas, Tuanku Padang Luar, Tuanku Kubu Ambelan dan Tuanku Kubu Sanang. Mereka disebut "Harimau nan Salapan" (Delapan Harimau). Tuanku Koto Tuo menolak saat ditunjuk menjadi ketua. Maka anaknya, Tuanku Mensiangan, yang memimpin kelompok tersebut. Sejak itu, ceramah-ceramah agama di masjid berisikan seruan untuk menjauhi maksiat tersebut.
Ketegangan meningkat setelah beberapa tokoh adat sengaja menantang gerakan tersebut dengan menggelar pesta sabung ayam di Kampung Batabuh. Konflik terjadi. Beberapa tokoh adat berpihak pada ulama Paderi. Masing-masing pihak kemudian mengorganisasikan diri. Kaum Paderi menggunakan pakaian putih-putih, sedngkan kaum adat hitam-hitam.
Tuanku Pasaman yang juga dikenal sebagai Tuanku Lintau di pihak Paderi berinisiatif untuk berunding dengan Kaum Adat. Perundingan dilngsungkan di Kota Tengah, antara lain dihadiri Raja Minangkabau Tuanku Raja Muning Alamsyah dari Pagaruyung. Perundingan damai tersebut malah berubah menjadi pertempuran. Raja Muning Alamsyah melarikan diri ke Kuantan, Lubuk Jambi. Pada 1818, Raja Muning mengutus Tuanku Tangsir Alam dan Sutan Kerajaan Alam untuk menemui Jenderal Inggris Raffles di Padang. Gubernur Jenderal Inggris Lord Minto yang berkedudukan di Kalkuta menolak untuk campur tangan soal ini. Melalui "Tractat London", Inggris bahkan menyerahkan kawasan Barat Sumatera pada Belanda.
Pada 10 Februari 1821, Tuanku Suruaso memimpin 14 penghulu dari pihak Adat mengikat perjanjian dengan Residen Du Puy. Du Puy lalu mengerahkan 100 tentara dan dua meriam untuk menggempur kota Simawang. Perang pun pecah. Sejak peristiwa itu, permusuhan kaum Paderi bukan lagi terhadap kalangan Adat, melainkan pada Belanda. Mereka pun memperkuat Benteng Bonjol yang telah dibangun Datuk Bandaro. Muhammad Syabab -kemudian dikenal dengan panggilan Tuanku Imam Bonjol-ditunjuk untuk memimpin benteng itu.
Dengan susah payah Belanda menguasai Air Sulit, Simabur dan Gunung. Dari Batavia, Belanda mengirim bantuan 494 pasukan dan 5 pucuk meriam. Pagaruyung dan Batusangkar dapat direbut. Mereka membangun benteng Fort van der Capellen, dan menawarkan damai. Tuanku Lintau menolak. Pertempuran sengit terjadi lagi. Tanggal 17 Maret 1822, pasukan Letkol Raaff yang hendak menyerang melalui Kota Tengah dan Tanjung Berulak berhasil dijebak Tuanku nan Gelek.
Juli 1822, sekitar 13 ribu pasukan Paderi merebut pos Belanda di Tanjung Alam. Pada 15 Agustus juga merebut Penampung, Kota Baru dan Lubuk Agam. Maka, pada 12 April 1823, Belanda mengerahkan kekuatan terbesarnya di bawah komando Raaff. Sebanyak 26 opsir, 562 serdadu, dan 12 ribu orang pasdukan adat menggempur Lintau. Namun mereka dapat dihancurkan di Bukit Bonio. Pasukan van Geen yang hendak menyelamatkan meriam di Bukit Gadang juga kocar-kacir. Tiga perwira dan 45 serdadu Belanda tewas. Van Geen luka parah tertusuk tombak.
Pada 16 Desember 1823, Raaff kemudian diangkat menjadi Residen menggantikan Du Puy. Ia berhasil membuat perjanjian damai di Bonjol. Namun, diam-diam ia juga mengkonsolidasikan pasukan. Dan bahkan menggempur Guguk Sigadang dan Koto Lawas. Pemimpin Paderi, Tuanku Mensiangan terpaksa hoijrah ke Luhak Agam. Paderi semakin kuat karena kini pasukan adat mulai berpihak ke mereka.
Raaff meninggal lantaran sakit. Penggantinya, de Stuers memilih jalan damai. Langkah ini ditempuhnya karena Belanda mengkonsentrasikan kekuatan untuk menghadapi pemberontakan Diponegoro. Stuers menugasi seorang Arab, Said Salim al-Jafrid, untuk menjadi penghubung. Tanggal 15 Nopember 1825, perjanjian damai pun diteken antara de Stuers dan Tuanku Keramat. Suasana Sumatera Barat kemudian relatif tenang.
Namun pengkhianatan terjadi lagi. Kolonel Elout menggempur Agam dan Lintau. Ia juga menugasi kaki tangannya, anak Tuanku Limbur, untuk membunuh Tuanku Lintau dengan bayaran. Pembunuhan terjadi pada 22 Juli 1832. Usai Perang Diponegoro itu, tentara Belanda dikerahkan kembali ke Sumatera Barat. Kota demi kota dikuasai. Benteng Bonjol pun bahkan berhasil direbut. Namun sikap kasar tentara Belanda pada tokoh-tokoh masyarakat yang telah menyerah, membuat rakyat marah. Ini membangkitkan perlawanan yang lebih sengit.
Pada 11 Janurai 1833, Paderi bangkit. Secara serentak mereka menyerbu dan menguasai pos-pos Belanda di berbagai kota. Benteng Bonjol berhasil mereka rebut kembali. Seluruh pasukan Letnan Thomson, 30 orang, mereka tewaskan. Belanda kembali menggunakan siasat damai lewat kesepakatan "Plaakat Panjang", 25 Oktober 1833. Namun Jenderal van den Bosch kembali menyerbu Bonjol. Ia gagal, 60 orang tentaranya tewas. Kegagalan serupa terjadi pada pasukan Jenderal Cochius.
Namun serangan dadakan berikutnya menggoyahkan kubu Paderi. Masjid dan rumah Imam Bonjol terbakar. Paha Imam Bonjol tertembak. Ia juga terkena 13 tusukan, meskipun ia sendiri berhasil menewaskan sejumlah serdadu. Dalam keadaan terluka parah, Imam Bonjol terus memimpin Paderi dari tempat perlindunganya di Merapak, lalu ladang Rimbo, dan kemudian Bukit Gadang.
Benteng Bonjol kembali jatuh, 16 Agustus 1837. Belanda kemudian menawarkan perundingan damai. Saat itulah Tuanku Imam Bonjol dapat dijebak dan kemudian ditangkap pada 28 Oktober 1837. Imam Bonjol kemudian diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat, lalu dipindah ke Ambon pada 19 Januari 1839. Pada 1841, ia dipindahkan ke Manado dan wafat di sana pada 6 Nopember 1864.
Tuanku Tambusai melanjutkan perlawanan dan berbasis di Mandailing -Tapanuli Selatan. Tuanku Tambusai inilah yang menjadikan Mandailing sebagai daerah berbasis muslimin.
Kamis, 14 Oktober 2010
LEBAH MADU, PEMBUAT SARANG YANG SEMPURNA
Anak-anak,
Tahukah kamu tentang lebah madu? Pernahkah kamu menontonnya di televisi? Atau bahkan melihatnya sedang terbang ke sana kemari?
Tapi aku yakin masih banyak yang belum kamu ketahui tentang mereka.
Suatu hari, Ibu, Ayah dan aku pergi ke taman untuk lari-lari. Aku senang sekali di sana.Tetapi yang paling menyenangkan adalah aku mengenal teman baru ketika kami beristirahat. Aku tak akan pernah lupa, walaupun tubuhnya mungil.
Kamu mungkin ingin tahu siapa dia, kan? Dia adalah seekor lebah madu yang cantik. Ia mendekatiku dengan terbang berputar-putar.
Mulanya aku takut disengatnya karena ia terbang sangat dekat...
Aku berteriak, "Jangan! Jangan sengat aku. Aku tak ingin disakiti!" Tapi, anehnya, tiba-tiba lebah itu berbicara kepadaku.
"Aku tidak akan menyengatmu. Aku hanya ingin berteman denganmu."
"Benarkah?" tanyaku.
"Kenalkan, aku seekor lebah pekerja. Aku tinggal di dalam batang pohon itu, bersama dengan ribuan temanku."
"Wah! Temanmu banyak sekali! Apa saja yang kalian lakukan sehari-hari?"
"Kami membersihkan sarang, mengumpulkan makanan dan membawanya ke sarang, membuat madu, menghangatkan sarang dan menjaganya..."
Semua lebah madu di dalam sarang mengerjakan tugas yang berlainan. Sebagian mengumpulkan makanan sementara yang lain membersihkan sarang atau menghasilkan madu.
"Tidakkah kalian lelah mengerjakan itu semua?"
"Ah, tidak. Kami tidak pernah merasa lelah. Kami lebah pekerja saling berbagi tugas. Aku, misalnya, sekarang sedang membangun kotak-kotak untuk menyimpan madu..."
"Aku jadi penasaran, bagaimana kalian dilahirkan?"
"Pernahkah kamu mendengar ada seekor ratu di setiap masyarakat lebah madu? Sang ratu adalah lebah paling besar di antara lebah-lebah betina. Ia bertelur pada waktu-waktu tertentu. Tetapi kami tidak muncul dari telur begitu saja. Yang keluar dari telur adalah ulat-ulat putih yang disebut larva. Larva itu tanpa mata dan sayap atau kaki. Kemudian, dalam beberapa waktu mereka terbungkus sebagai kepompong. Sementara itu, mereka diberi makan dan akan keluar dari kepompong dengan rupa seperti aku."
"Hebat sekali! Tapi, kalian sangat banyak, tidakkah terjadi kekacauan di dalam sarang?
"O, tidak pernah. Sarang kami sangat teratur. Ribuan lebah hidup bersama secara damai dengan tugasnya masing-masing."
"Sungguh menarik! Aku masih belum tahu bagaimana kalian dapat teratur meskipun jumlahnya sangat banyak. Ayahku seorang manajer perumahan, tapi ia sulit menjaga ketertiban di sana. Tetapi kamu katakan kalian tidak mempunyai masalah seperti itu!
Telur yang dikeluarkan oleh lebah ratu di dalam kamar pada awalnya berbentuk serupa ulat (larva) pada gambar di bawah. Larva ini akan tumbuh dan berubah bentuk menjadi lebah. Gambar besar di bawah menunjukkan lebah pekerja yang berkumpul di sekeliling lebah ratu.
"Kamu pantas terkejut! Para ilmuwan pun juga terpesona dengan hal ini. Mereka mencari tahu bagaimana keteraturan bisa dijaga. Bagaimana setiap lebah tahu tugasnya. Bagaimana lebah sebanyak itu dapat bekerja sama dengan baik. Aku dapat memberikan jawabannya dengan singkat. Setiap kami mempunyai tugas tertentu; kami bekerja keras dan melakukan tugas kami dengan sungguh-sungguh. Kami juga berusaha agar tidak mengganggu ketertiban di dalam sarang."
Aku masih mendengarkan lebah pekerja itu dengan kagum. Tiba-tiba Ibuku memanggil, "Umar! Umar! Di mana kau, nak? Kita sudah mau pulang."
Lebah madu saling memberi makan. (samping) Lebah mengipasi sarang dengan sayapnya. (bawah)Lebah pekerja memberi makan larva di dalam kamar. (samping) Lebah berkerumun pada batang sebuah pohon.
"Ibu memanggilku. Aku harus pergi sekarang. Aku senang bertemu denganmu. Terima kasih atas semua ceritamu!"
"Aku juga senang menemanimu. Mungkin kita bisa bertemu lagi! Bagaimana kalau kita bertemu lagi di sini pekan depan? Jika kamu mau, aku bisa membawamu ke sarang kami dan memperlihatkan kamar-kamar madu kami."
Lebah madu mengumpulkan pucuk buah berlendir untuk memproduksi propolis.
"Wah, pasti akan menyenangkan! Semoga orang tuaku bersedia datang lagi pekan depan.
"Baiklah, sampai jumpa pekan depan.
Sesampai di rumah, aku segera membuka ensiklopedi binatang hadiah ulang tahunku dari ayah. Segera aku buka halaman-halamannya dan kutemukan bagian mengenai lebah madu. Aku melihat gambar seekor lebah madu. Aku rindu teman kecilku…"
Aku membaca buku itu dengan penuh kekaguman. Aku sangat terpesona hingga tidak merasakan berlalunya waktu. Ibuku menjadi bertanya-tanya mengapa aku diam di kamar begitu lama. Dengan penuh semangat aku langsung bercerita kepada beliau tentang lebah.
"Ibu tahu tidak kalau lebah madu itu benar-benar menakjubkan? Coba Ibu dengarkan bagian akhir dari yang kubaca ini. Lebah madu betina bertugas membersihkan kamar-kamar sarang. Mereka mengeluarkan kotoran yang ditinggalkan lebah-lebah yang menetas dari kepompong mereka, lebah-lebah yang mati di dalam sarang dan segala sesuatu yang bukan menjadi bagian dari sarang. Tahukah Ibu apa yang mereka lakukan kalau menemukan kotoran yang terlalu besar untuk diangkut ke luar sarang? Mereka membungkus kotoran itu dengan zat yang disebut "propolis". Zat ini dapat mencegahnya menjadi sumber bakteri yang akan membahayakan kesehatan lebah lain di sarang. Sulit dipercaya, tetapi propolis adalah zat anti bakteri, yaitu zat yang mencegah bakteri untuk tumbuh…
Tahukah Ibu darimana mereka mendapatkan zat ini? Bagaimana makhluk mungil ini bisa mengetahui sifat kimia suatu zat begitu banyaknya? Sampai di situlah aku membaca. Aku akan ceritakan bagaimana mereka membuat zat itu…"
"Lebah memang kecil tetapi sangat cerdas… Namun, kecerdasaan itu bukanlah hasil usaha mereka. Ada Sang Pencipta yang mengajari apa yang mereka kerjakan. Ketika seusiamu, Ibu juga membaca buku tentang lebah. Ibu kagum seperti dirimu. Jika kamu suka, bacalah terus. Ibu akan senang mendengarnya," kata ibu.
Ibu keluar dari kamar untuk menyiapkan makan malam. Pertanyaan itu masih ada dalam pikiranku: dari mana lebah madu memperoleh zat yang disebut propolis? Dari mana mereka belajar kegunaannya? Aku lanjutkan membaca dengan penuh rasa ingin tahu.
Buku itu juga menceritakan bagaimana lebah madu menghasilkan propolis. Pertama, memakai rahang bawahnya, mereka mengumpulkan zat yang disebut resin dari tunas berlendir pada pohon-pohon tertentu. Mereka kemudian membuat propolis dengan mencampur resin tersebut dengan air liur mereka, dan mengangkutnya ke sarang dalam kantung khusus pada kaki mereka.
Lebah madu membungkus semua benda yang tak dapat mereka keluarkan dari sarang dengan zat itu. Dengan cara ini, benda-benda itu tidak akan menjadi tempat tumbuh bakteri sehingga tidak membahayakan. Pekerjaan ini mirip dengan pembuatan mumi.
Tapi siapakah yang mengajari lebah madu mengerjakan itu semua? Bagaimana mereka mengetahui bahwa lebah yang mati atau kotoran dapat membahayakan lebah-lebah di dalam sarang? Hal semacam ini tentu tidak diketahui oleh seekor serangga. Bahkan aku pun baru mempelajari hal ini sekarang. Aku jadi semakin ingin tahu. Mungkinkah lebah madu mempunyai kesadaran seperti manusia?
(Kiri) Lebah pekerja bertanggung jawab membuang semua organisme dan larva mati yang dapat mengganggu keamanan dan kesehatan sarang.(Kanan) Lebah pekerja mengusir pendatang asing dari sarang.
Aku belum tahu jawabannya, aku teruskan saja membaca. Aku berkata sendiri, "Sekarang aku mengerti bahwa aku belum tahu apa-apa mengenai lebah! Banyak pertanyaan yang tak kuketahui jawabannya. Tapi aku yakin akan menemukan jawabannya. Cepat atau lambat."
Buku itu juga menjelaskan bagaimana lebah membuat madu. Sebenarnya aku sudah tahu kalau lebah madulah yang membuat madu. Tapi aku tak tahu, bagaimana mereka membangun kamar-kamar madu. Apalagi cara mereka membangun kamar-kamar itu adalah sebuah keajaiban tersendiri!
Kamar-kamar madu berbentuk segi enam atau heksagonal. Lebah madu memulai pembuatan kamar itu dari bagian atas sarang. Dimulai dari beberapa titik, mereka membuat dua atau tiga baris ke bawah. Aku sungguh tak mengerti bagaimana kamar-kamar tersebut bisa tersusun sedemikian rapi padahal pembuatannya dimulai dari beberapa titik? Apalagi, tak ada tanda-tanda penyambungan di antara kamar-kamar tersebut.
Aku pernah memperhatikan Ibu sedang merajut. Ibu selalu memulai dari satu titik. Aku membayangkan apa jadinya rajutan itu jika ibu memulainya dari tiga titik yang berbeda… Boleh jadi hasilnya akan terlihat kurang bagus! Kalau begitu, lebah madu pastilah binatang yang sangat teliti…
Aku mengambil selembar kertas dan pensil. Dimulai dari beberapa tempat, aku mulai menggambar segi enam-segi enam. Aku berusaha mempertemukan deretan segi enam tersebut di tengah-tengah kertas. Aku menggambar tanpa bantuan penggaris, jangka dan tanpa membuat perhitungan.
Umar mencoba menggambar segienam-segienam serapi mungkin sebagaimana sarang lebah madu. Tetapi tanpa bantuan alat-alat tertentu seperti penggaris dan jangka, ia tidak berhasil sebagaimana lebah madu. Kalian pun dapat mencobanya sendiri.
Aku tahu bahwa itu tak mungkin berhasil. Lalu bagaimana para lebah madu dapat mengerjakannya? Bagaimana mereka dapat membangun kamar-kamar segi enam dengan baik?
Tidak ada titik-titik sambungan yang nampak pada kamar-kamar yang dibuat oleh lebah madu. Kamar madu adalah satu kesatuan, seolah-olah ia dibangun oleh satu orang saja.
Hal ini sungguh menakjubkan karena lebah memulai pembuatan kamar-kamar penyusun sarang dari beberapa tempat yang berbeda.
Lebah mengumpulkan sari madu dari bunga dan bakalan buah.
Hal lain yang menarik adalah bahwa lebah yang lain segera mengerti sampai dimana pembangunan tersebut. Pada saat lebah-lebah sedang meneruskan pembangunan sarang, sekelompok lebah yang lain akan bergabung dan memulai pembuatan kamar dari titik yang lain. Walaupun begitu tak ada kekacauan dalam bekerja. Lebah tetap menghasilkan bangunan yang sempurna.
Aku juga membaca bagian tentang teknik pembuatan madu. Aku sangat terpesona membaca proses luar biasa ini. Buku itu bercerita bahwa asal madu adalah nectar yang dikumpulkan lebah dari bunga-bunga dan bakal buah. Setelah dikumpulkan, nektar ini diubah menjadi madu.
Ada lagi yang penting dalam buku itu. Lebah harus kerja keras untuk menghasilkan madu. Maksudnya begini, 900 ekor lebah harus bekerja seharian untuk mengumpulkan setengah kilogram nektar. Bahkan ada yang lebih mengherankan lagi: 17 ribu ekor lebah harus mengunjungi 10 juta bunga untuk menghasilkan 450 gram madu murni. Sebuah pekerjaan yang amat berat bagi mereka. Namun demikian, lebah tetap bekerja keras dan menghasilkan madu yang jumlahnya lebih dari yang mereka butuhkan. Ditambah lagi, mereka tidak memakai sebagian besar dari madu tersebut, malahan menawarkannya kepada kita.
Sungguh mengherankan. Meski panjang tubuhnya hanya sekitar tiga sentimeter, lebah-lebah bekerja sangat menakjubkan. Apa yang menjadi sumber kesadaran, keterampilan, dan kekuatan ini? Bagaimana mereka bisa memiliki kebijakan, kesadaran, dan pengetahuan tentang kimia dan matematika? Mengapa mereka bekerja begitu keras untuk menghasilkan madu?
Kubawa bukuku kepada Ayah. Aku ceritakan semua yang telah aku pelajari, dan bertanya bagaimana lebah bisa memperoleh segala kemampuannya itu. Sambil tersenyum, Ayah mengusap kepalaku dan berkata:
"Kamu benar. Kita melihat pelajaran dan karya seni yang tinggi dalam kehidupan lebah. Tetapi apakah itu hanya pada lebah? Sebenarnya, semua binatang memiliki keteraturan yang sempurna. Bahkan dalam setiap bagian alam semesta ini! Ayah akan membacakan sebuah ayat dari al Qur'an mengenai lebah. Dengarkan baik-baik!
"Sekarang aku mulai mengerti, Ayah. Allahlah yang menyuruh lebah untuk bertingkahlaku demikian. Allah sangat sayang kepada kita hingga Allah meminta lebah untuk membuat madu yang berguna sebagai obat. Sungguh menyenangkan dapat mengerti kebaikan Allah.
"Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An Nahl [16]: 68-69)
"Kamu pasti kagum jika mengamati kesempurnaan semut, nyamuk, unta, burung, ikan, bunga, pohon, bintang, lautan atau semua yang ada di muka bumi. Semua ini menunjukkan bahwa setiap bagian alam semesta ini diatur dengan seni yang indah. Inilah karya seni Allah, yang menciptakanmu, Ayah dan Ibu, lebah, burung betet, kelinci, tupai, planet, angkasa, matahari, dan seisi alam semesta. Allahlah tuhan segala sesuatu.
Segala sesuatu terjadi dengan ijinNya dan atas kehendakNya. Dialah pencipta lebah madu. Semua yang mereka lakukan adalah dengan ijinNya. Kehebatan binatang ini menunjukkan kebaikan Allah yang tak tertandingi. Semua serba ajaib, jika kamu melihat segala sesuatu di sekelilingmu."
Ayahku benar. Segala yang dilihat di sekeliling kita menunjukkan adanya Allah yang Maha Perkasa. Aku yakin benar, "Allahlah yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana, Pencipta segala sesuatu."
Akhirnya aku menemukan semua jawaban dari pertanyaanku. Lebah madu tidaklah memiliki kelebihan seperti yang kamu lihat! Tidak mungkin bagi mereka untuk mempunyai kelebihan seperti itu! Apa yang mereka lakukan adalah atas petunjuk Allah, pencipta mereka, sehingga mereka mampu menampilkan kehebatan yang membuat kita semua kagum.
Sepekan ini kuhabiskan waktu untuk memberitahu setiap orang yang aku temui tentang lebah madu. Baik ibu, ayah, keponakan serta teman-temanku. Di akhir pekan aku meminta Ayah untuk menemaniku ke taman lagi.
"Ayah, akhir pekan ini kita lari santai lagi, kan?"
"Sebenarnya Ayah tidak berencana ke sana akhir pekan ini. Tapi kalau kamu mau, mengapa tidak?"
Aku sangat senang mendengarnya. Aku bertanya-tanya akankah aku bertemu lebah madu yang dulu lagi.
Aku semakin gembira, ketika kami sampai di taman. Aku tak sabar untuk bertemu dengan lebah madu itu lagi. Aku mulai berlari-lari bersama ayah. Tak berapa lama, kami sampai di tempat aku pertama kali bertemu dengan lebah itu. Aku katakan kepada Ayah bahwa aku ingin melihat-lihat di sekitar tempat itu. Ayah mengijinkan, tapi memintaku agar tidak pulang terlambat. Aku segera berlari ke tempat pertemuan kami. Temanku ternyata telah ada di sana menunggu. Sepertinya ia telah menunggu cukup lama.
"Hai! Aku senang bertemu denganmu lagi!"
"Aku juga! Selamat datang! Senang bertemu kamu. Aku akan tunjukkan sarang lebah hari ini."
"O, ya? Tahu tidak, aku memikirkan kamar madumu yang mengagumkan itu selama sepekan? Aku tak sabar untuk melihatnya!"
Dari sebuah pohon beberapa langkah dariku, suara dengungan mulai terdengar. Aku tak berani mendekatinya jika tidak bersama temanku ini. Lebah mungil itu berjanji bahwa tak akan terjadi apa-apa denganku. Aku percaya padanya.
Ketika kami semakin dekat dengan batang pohon itu, aku ingat betapa indah di dalamnya. Bunyi terdengar berdengung-dengung. Lebah madu adalah salah satu binatang pekerja keras. Mereka bekerja tanpa henti dan menghasilkan madu yang lezat dan berguna untuk manusia.
Teman mungilku menunjukkan kamar-kamar madu. Kamar-kamar madu itu tersusun dengan sangat rapi. Setiap orang pasti bertanya-tanya bagaimana makhluk mungil ini bisa membuatnya.
Aku melihat kamar-kamar tersebut tersusun atas segienam-segienam yang sempurna. Dalam pelajaran matematika pekan lalu, aku menanyakan tentang segienam kepada guruku. Beliau menjelaskan tentang segienam, tapi aku masih belum mengerti.
Aku tanyakan kepada temanku bagiamana cara pembuatan kamar madu segienam tersebut. Ia mengatakan kalau lebah madu yang umurnya lebih tua akan dapat menjelaskannya dengan lebih baik. Ia kemudian meminta lebah madu tua menjawab pertanyaanku:
"Ketika kami membangun kamar segienam, sudut bagian dalam kamar adalah hal yang penting. Kami harus membuat setiap sudut 120 derajat. Selain itu, kemiringan kamar terhadap tanah juga sangat penting. Jika kami memperhatikan petunjuk yang pertama dan tidak menghiraukan syarat yang ke dua, kamar itu tak akan terbentuk dengan sempurna. Semua madu yang kami simpan akan tumpah ke tanah.
"Wah maaf, aku sulit memahaminya. Bagaimana lebah madu dapat melakukan perhitungan ini tanpa kesalahan? Bagaimana kalian bisa membuat tiap sudut tepat 120 derajat? Apalagi kalian tidak memakai peralatan ketika membangun sarang. Aku ingat kertas yang ada bentuk-bentuk geometris tak beraturan saat aku mencoba membuat susunan segi enam yang benar... Aku semakin kagum pada kalian!"
"Janganlah kagum pada kami. Kami tidak melakukan itu karena keahlian kami. Itu semua adalah keahlian bawaan. Artinya, kami dilahirkan lengkap dengan keahlian itu. Kami tidak memperoleh pelatihan atau semacamnya."
"Kalian menunjukkan pelajaran yang mulia! Setiap orang perlu belajar hal-hal yang kalian lakukan. Jika boleh, aku ingin bertanya lagi."
"Silakan..."
"Mengapa kalian membangun kamar madu dalam bentuk segienam?"
"Oh itu… Kamu ingin tahu mengapa kami tidak membuatnya dalam bentuk bujursangkar, segitiga, segilima atau segidelapan? Jika kami membuatnya dalam bentuk lain selain segienam, akan ada bagian yang tak terpakai antar kamar. Bila demikian kami hanya dapat menyimpan sedikit madu dan perlu lebih banyak lilin untuk menutupi daerah yang kosong.
Ketika membangun kamar-kamar, lebah madu memperhitungkan besarnya sudut layaknya insinyur yang ahli. Pada akhirnya, sarang yang terbentuk adalah keajaiban teknik konstruksi. Tak diragukan lagi bahwa lebah-lebah mungil tersebut tak dapat melakukan perhitungan-perhitungan semacam itu. Sebagaimana makhluk lain di alam semesta ini, mereka bekerja berdasarkan ilham dari Allah.
Sebenarnya kami dapat menyimpan dalam kamar segiempat atau segitiga. Tapi segienam adalah bentuk dengan keliling paling pendek. Segienam membutuhkan lilin lebih sedikit dibandingkan segitiga atau segiempat. Jadi, kamar segienam dapat menyimpan madu lebih banyak dengan menggunakan lilin yang sedikit."
Aku tak percaya dengan apa yang kudengar! Aku mendapat pelajaran teknik dari lebah madu yang mungil dan cantik... Masih ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan. Tetapi hari semakin sore, kami meninggalkan Lebah Tua dan menemui ayahku.
"Aku telah belajar banyak darimu dan dari lebah madu yang lain. Sekarang aku sadar bahwa dulu aku tidak menyadari keindahan yang kulihat! Kamu telah mengajariku bahwa ada keteraturan yang sempurna di alam semesta.
Mulai sekarang, aku berharap dapat melihat seluruh kesempurnaan ini. Terima kasih banyak!"
"Tak perlu berterimakasih teman kecilku. Ingatlah, kesempurnaan ini bukan berasal dari kami. Kami hanya mengerjakan apa yang telah diajarkan kepada kami. Sampai jumpa!"
Begitu meninggalkan lebah madu tersebut, aku mendengar Ayah memanggilku.
Hari semakin sore. Aku segera kembali menemui ayahku, tetapi aku masih ingat kepada teman kecilku! Ketika aku memasuki mobil, kumelihat kupu-kupu. Ia memiliki paduan warna dan bentuk yang indah pada sayapnya. Aku akan pergi ke perpustakaan besok dan belajar lebih banyak tentang kupu-kupu.
Lebah madu mengumpulkan nektar dari bunga untuk memproduksi madu.
Tak ada yang mampu menghitung semua keindahan yang diciptakan Allah. Aku sadar bahwa masih sangat banyak yang harus dipelajari...
"Mereka menjawab: Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Baqarah [2]: 32)
© Harun Yahya Internasional 2004.
Hak Cipta Terpelihara. Semua materi dapat disalin, dicetak dan disebarkan dengan mencantumkan sumber situs web ini
info@harunyahya.com
Tahukah kamu tentang lebah madu? Pernahkah kamu menontonnya di televisi? Atau bahkan melihatnya sedang terbang ke sana kemari?
Tapi aku yakin masih banyak yang belum kamu ketahui tentang mereka.
Suatu hari, Ibu, Ayah dan aku pergi ke taman untuk lari-lari. Aku senang sekali di sana.Tetapi yang paling menyenangkan adalah aku mengenal teman baru ketika kami beristirahat. Aku tak akan pernah lupa, walaupun tubuhnya mungil.
Kamu mungkin ingin tahu siapa dia, kan? Dia adalah seekor lebah madu yang cantik. Ia mendekatiku dengan terbang berputar-putar.
Mulanya aku takut disengatnya karena ia terbang sangat dekat...
Aku berteriak, "Jangan! Jangan sengat aku. Aku tak ingin disakiti!" Tapi, anehnya, tiba-tiba lebah itu berbicara kepadaku.
"Aku tidak akan menyengatmu. Aku hanya ingin berteman denganmu."
"Benarkah?" tanyaku.
"Kenalkan, aku seekor lebah pekerja. Aku tinggal di dalam batang pohon itu, bersama dengan ribuan temanku."
"Wah! Temanmu banyak sekali! Apa saja yang kalian lakukan sehari-hari?"
"Kami membersihkan sarang, mengumpulkan makanan dan membawanya ke sarang, membuat madu, menghangatkan sarang dan menjaganya..."
Semua lebah madu di dalam sarang mengerjakan tugas yang berlainan. Sebagian mengumpulkan makanan sementara yang lain membersihkan sarang atau menghasilkan madu.
"Tidakkah kalian lelah mengerjakan itu semua?"
"Ah, tidak. Kami tidak pernah merasa lelah. Kami lebah pekerja saling berbagi tugas. Aku, misalnya, sekarang sedang membangun kotak-kotak untuk menyimpan madu..."
"Aku jadi penasaran, bagaimana kalian dilahirkan?"
"Pernahkah kamu mendengar ada seekor ratu di setiap masyarakat lebah madu? Sang ratu adalah lebah paling besar di antara lebah-lebah betina. Ia bertelur pada waktu-waktu tertentu. Tetapi kami tidak muncul dari telur begitu saja. Yang keluar dari telur adalah ulat-ulat putih yang disebut larva. Larva itu tanpa mata dan sayap atau kaki. Kemudian, dalam beberapa waktu mereka terbungkus sebagai kepompong. Sementara itu, mereka diberi makan dan akan keluar dari kepompong dengan rupa seperti aku."
"Hebat sekali! Tapi, kalian sangat banyak, tidakkah terjadi kekacauan di dalam sarang?
"O, tidak pernah. Sarang kami sangat teratur. Ribuan lebah hidup bersama secara damai dengan tugasnya masing-masing."
"Sungguh menarik! Aku masih belum tahu bagaimana kalian dapat teratur meskipun jumlahnya sangat banyak. Ayahku seorang manajer perumahan, tapi ia sulit menjaga ketertiban di sana. Tetapi kamu katakan kalian tidak mempunyai masalah seperti itu!
Telur yang dikeluarkan oleh lebah ratu di dalam kamar pada awalnya berbentuk serupa ulat (larva) pada gambar di bawah. Larva ini akan tumbuh dan berubah bentuk menjadi lebah. Gambar besar di bawah menunjukkan lebah pekerja yang berkumpul di sekeliling lebah ratu.
"Kamu pantas terkejut! Para ilmuwan pun juga terpesona dengan hal ini. Mereka mencari tahu bagaimana keteraturan bisa dijaga. Bagaimana setiap lebah tahu tugasnya. Bagaimana lebah sebanyak itu dapat bekerja sama dengan baik. Aku dapat memberikan jawabannya dengan singkat. Setiap kami mempunyai tugas tertentu; kami bekerja keras dan melakukan tugas kami dengan sungguh-sungguh. Kami juga berusaha agar tidak mengganggu ketertiban di dalam sarang."
Aku masih mendengarkan lebah pekerja itu dengan kagum. Tiba-tiba Ibuku memanggil, "Umar! Umar! Di mana kau, nak? Kita sudah mau pulang."
Lebah madu saling memberi makan. (samping) Lebah mengipasi sarang dengan sayapnya. (bawah)Lebah pekerja memberi makan larva di dalam kamar. (samping) Lebah berkerumun pada batang sebuah pohon.
"Ibu memanggilku. Aku harus pergi sekarang. Aku senang bertemu denganmu. Terima kasih atas semua ceritamu!"
"Aku juga senang menemanimu. Mungkin kita bisa bertemu lagi! Bagaimana kalau kita bertemu lagi di sini pekan depan? Jika kamu mau, aku bisa membawamu ke sarang kami dan memperlihatkan kamar-kamar madu kami."
Lebah madu mengumpulkan pucuk buah berlendir untuk memproduksi propolis.
"Wah, pasti akan menyenangkan! Semoga orang tuaku bersedia datang lagi pekan depan.
"Baiklah, sampai jumpa pekan depan.
Sesampai di rumah, aku segera membuka ensiklopedi binatang hadiah ulang tahunku dari ayah. Segera aku buka halaman-halamannya dan kutemukan bagian mengenai lebah madu. Aku melihat gambar seekor lebah madu. Aku rindu teman kecilku…"
Aku membaca buku itu dengan penuh kekaguman. Aku sangat terpesona hingga tidak merasakan berlalunya waktu. Ibuku menjadi bertanya-tanya mengapa aku diam di kamar begitu lama. Dengan penuh semangat aku langsung bercerita kepada beliau tentang lebah.
"Ibu tahu tidak kalau lebah madu itu benar-benar menakjubkan? Coba Ibu dengarkan bagian akhir dari yang kubaca ini. Lebah madu betina bertugas membersihkan kamar-kamar sarang. Mereka mengeluarkan kotoran yang ditinggalkan lebah-lebah yang menetas dari kepompong mereka, lebah-lebah yang mati di dalam sarang dan segala sesuatu yang bukan menjadi bagian dari sarang. Tahukah Ibu apa yang mereka lakukan kalau menemukan kotoran yang terlalu besar untuk diangkut ke luar sarang? Mereka membungkus kotoran itu dengan zat yang disebut "propolis". Zat ini dapat mencegahnya menjadi sumber bakteri yang akan membahayakan kesehatan lebah lain di sarang. Sulit dipercaya, tetapi propolis adalah zat anti bakteri, yaitu zat yang mencegah bakteri untuk tumbuh…
Tahukah Ibu darimana mereka mendapatkan zat ini? Bagaimana makhluk mungil ini bisa mengetahui sifat kimia suatu zat begitu banyaknya? Sampai di situlah aku membaca. Aku akan ceritakan bagaimana mereka membuat zat itu…"
"Lebah memang kecil tetapi sangat cerdas… Namun, kecerdasaan itu bukanlah hasil usaha mereka. Ada Sang Pencipta yang mengajari apa yang mereka kerjakan. Ketika seusiamu, Ibu juga membaca buku tentang lebah. Ibu kagum seperti dirimu. Jika kamu suka, bacalah terus. Ibu akan senang mendengarnya," kata ibu.
Ibu keluar dari kamar untuk menyiapkan makan malam. Pertanyaan itu masih ada dalam pikiranku: dari mana lebah madu memperoleh zat yang disebut propolis? Dari mana mereka belajar kegunaannya? Aku lanjutkan membaca dengan penuh rasa ingin tahu.
Buku itu juga menceritakan bagaimana lebah madu menghasilkan propolis. Pertama, memakai rahang bawahnya, mereka mengumpulkan zat yang disebut resin dari tunas berlendir pada pohon-pohon tertentu. Mereka kemudian membuat propolis dengan mencampur resin tersebut dengan air liur mereka, dan mengangkutnya ke sarang dalam kantung khusus pada kaki mereka.
Lebah madu membungkus semua benda yang tak dapat mereka keluarkan dari sarang dengan zat itu. Dengan cara ini, benda-benda itu tidak akan menjadi tempat tumbuh bakteri sehingga tidak membahayakan. Pekerjaan ini mirip dengan pembuatan mumi.
Tapi siapakah yang mengajari lebah madu mengerjakan itu semua? Bagaimana mereka mengetahui bahwa lebah yang mati atau kotoran dapat membahayakan lebah-lebah di dalam sarang? Hal semacam ini tentu tidak diketahui oleh seekor serangga. Bahkan aku pun baru mempelajari hal ini sekarang. Aku jadi semakin ingin tahu. Mungkinkah lebah madu mempunyai kesadaran seperti manusia?
(Kiri) Lebah pekerja bertanggung jawab membuang semua organisme dan larva mati yang dapat mengganggu keamanan dan kesehatan sarang.(Kanan) Lebah pekerja mengusir pendatang asing dari sarang.
Aku belum tahu jawabannya, aku teruskan saja membaca. Aku berkata sendiri, "Sekarang aku mengerti bahwa aku belum tahu apa-apa mengenai lebah! Banyak pertanyaan yang tak kuketahui jawabannya. Tapi aku yakin akan menemukan jawabannya. Cepat atau lambat."
Buku itu juga menjelaskan bagaimana lebah membuat madu. Sebenarnya aku sudah tahu kalau lebah madulah yang membuat madu. Tapi aku tak tahu, bagaimana mereka membangun kamar-kamar madu. Apalagi cara mereka membangun kamar-kamar itu adalah sebuah keajaiban tersendiri!
Kamar-kamar madu berbentuk segi enam atau heksagonal. Lebah madu memulai pembuatan kamar itu dari bagian atas sarang. Dimulai dari beberapa titik, mereka membuat dua atau tiga baris ke bawah. Aku sungguh tak mengerti bagaimana kamar-kamar tersebut bisa tersusun sedemikian rapi padahal pembuatannya dimulai dari beberapa titik? Apalagi, tak ada tanda-tanda penyambungan di antara kamar-kamar tersebut.
Aku pernah memperhatikan Ibu sedang merajut. Ibu selalu memulai dari satu titik. Aku membayangkan apa jadinya rajutan itu jika ibu memulainya dari tiga titik yang berbeda… Boleh jadi hasilnya akan terlihat kurang bagus! Kalau begitu, lebah madu pastilah binatang yang sangat teliti…
Aku mengambil selembar kertas dan pensil. Dimulai dari beberapa tempat, aku mulai menggambar segi enam-segi enam. Aku berusaha mempertemukan deretan segi enam tersebut di tengah-tengah kertas. Aku menggambar tanpa bantuan penggaris, jangka dan tanpa membuat perhitungan.
Umar mencoba menggambar segienam-segienam serapi mungkin sebagaimana sarang lebah madu. Tetapi tanpa bantuan alat-alat tertentu seperti penggaris dan jangka, ia tidak berhasil sebagaimana lebah madu. Kalian pun dapat mencobanya sendiri.
Aku tahu bahwa itu tak mungkin berhasil. Lalu bagaimana para lebah madu dapat mengerjakannya? Bagaimana mereka dapat membangun kamar-kamar segi enam dengan baik?
Tidak ada titik-titik sambungan yang nampak pada kamar-kamar yang dibuat oleh lebah madu. Kamar madu adalah satu kesatuan, seolah-olah ia dibangun oleh satu orang saja.
Hal ini sungguh menakjubkan karena lebah memulai pembuatan kamar-kamar penyusun sarang dari beberapa tempat yang berbeda.
Lebah mengumpulkan sari madu dari bunga dan bakalan buah.
Hal lain yang menarik adalah bahwa lebah yang lain segera mengerti sampai dimana pembangunan tersebut. Pada saat lebah-lebah sedang meneruskan pembangunan sarang, sekelompok lebah yang lain akan bergabung dan memulai pembuatan kamar dari titik yang lain. Walaupun begitu tak ada kekacauan dalam bekerja. Lebah tetap menghasilkan bangunan yang sempurna.
Aku juga membaca bagian tentang teknik pembuatan madu. Aku sangat terpesona membaca proses luar biasa ini. Buku itu bercerita bahwa asal madu adalah nectar yang dikumpulkan lebah dari bunga-bunga dan bakal buah. Setelah dikumpulkan, nektar ini diubah menjadi madu.
Ada lagi yang penting dalam buku itu. Lebah harus kerja keras untuk menghasilkan madu. Maksudnya begini, 900 ekor lebah harus bekerja seharian untuk mengumpulkan setengah kilogram nektar. Bahkan ada yang lebih mengherankan lagi: 17 ribu ekor lebah harus mengunjungi 10 juta bunga untuk menghasilkan 450 gram madu murni. Sebuah pekerjaan yang amat berat bagi mereka. Namun demikian, lebah tetap bekerja keras dan menghasilkan madu yang jumlahnya lebih dari yang mereka butuhkan. Ditambah lagi, mereka tidak memakai sebagian besar dari madu tersebut, malahan menawarkannya kepada kita.
Sungguh mengherankan. Meski panjang tubuhnya hanya sekitar tiga sentimeter, lebah-lebah bekerja sangat menakjubkan. Apa yang menjadi sumber kesadaran, keterampilan, dan kekuatan ini? Bagaimana mereka bisa memiliki kebijakan, kesadaran, dan pengetahuan tentang kimia dan matematika? Mengapa mereka bekerja begitu keras untuk menghasilkan madu?
Kubawa bukuku kepada Ayah. Aku ceritakan semua yang telah aku pelajari, dan bertanya bagaimana lebah bisa memperoleh segala kemampuannya itu. Sambil tersenyum, Ayah mengusap kepalaku dan berkata:
"Kamu benar. Kita melihat pelajaran dan karya seni yang tinggi dalam kehidupan lebah. Tetapi apakah itu hanya pada lebah? Sebenarnya, semua binatang memiliki keteraturan yang sempurna. Bahkan dalam setiap bagian alam semesta ini! Ayah akan membacakan sebuah ayat dari al Qur'an mengenai lebah. Dengarkan baik-baik!
"Sekarang aku mulai mengerti, Ayah. Allahlah yang menyuruh lebah untuk bertingkahlaku demikian. Allah sangat sayang kepada kita hingga Allah meminta lebah untuk membuat madu yang berguna sebagai obat. Sungguh menyenangkan dapat mengerti kebaikan Allah.
"Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan. (QS. An Nahl [16]: 68-69)
"Kamu pasti kagum jika mengamati kesempurnaan semut, nyamuk, unta, burung, ikan, bunga, pohon, bintang, lautan atau semua yang ada di muka bumi. Semua ini menunjukkan bahwa setiap bagian alam semesta ini diatur dengan seni yang indah. Inilah karya seni Allah, yang menciptakanmu, Ayah dan Ibu, lebah, burung betet, kelinci, tupai, planet, angkasa, matahari, dan seisi alam semesta. Allahlah tuhan segala sesuatu.
Segala sesuatu terjadi dengan ijinNya dan atas kehendakNya. Dialah pencipta lebah madu. Semua yang mereka lakukan adalah dengan ijinNya. Kehebatan binatang ini menunjukkan kebaikan Allah yang tak tertandingi. Semua serba ajaib, jika kamu melihat segala sesuatu di sekelilingmu."
Ayahku benar. Segala yang dilihat di sekeliling kita menunjukkan adanya Allah yang Maha Perkasa. Aku yakin benar, "Allahlah yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana, Pencipta segala sesuatu."
Akhirnya aku menemukan semua jawaban dari pertanyaanku. Lebah madu tidaklah memiliki kelebihan seperti yang kamu lihat! Tidak mungkin bagi mereka untuk mempunyai kelebihan seperti itu! Apa yang mereka lakukan adalah atas petunjuk Allah, pencipta mereka, sehingga mereka mampu menampilkan kehebatan yang membuat kita semua kagum.
Sepekan ini kuhabiskan waktu untuk memberitahu setiap orang yang aku temui tentang lebah madu. Baik ibu, ayah, keponakan serta teman-temanku. Di akhir pekan aku meminta Ayah untuk menemaniku ke taman lagi.
"Ayah, akhir pekan ini kita lari santai lagi, kan?"
"Sebenarnya Ayah tidak berencana ke sana akhir pekan ini. Tapi kalau kamu mau, mengapa tidak?"
Aku sangat senang mendengarnya. Aku bertanya-tanya akankah aku bertemu lebah madu yang dulu lagi.
Aku semakin gembira, ketika kami sampai di taman. Aku tak sabar untuk bertemu dengan lebah madu itu lagi. Aku mulai berlari-lari bersama ayah. Tak berapa lama, kami sampai di tempat aku pertama kali bertemu dengan lebah itu. Aku katakan kepada Ayah bahwa aku ingin melihat-lihat di sekitar tempat itu. Ayah mengijinkan, tapi memintaku agar tidak pulang terlambat. Aku segera berlari ke tempat pertemuan kami. Temanku ternyata telah ada di sana menunggu. Sepertinya ia telah menunggu cukup lama.
"Hai! Aku senang bertemu denganmu lagi!"
"Aku juga! Selamat datang! Senang bertemu kamu. Aku akan tunjukkan sarang lebah hari ini."
"O, ya? Tahu tidak, aku memikirkan kamar madumu yang mengagumkan itu selama sepekan? Aku tak sabar untuk melihatnya!"
Dari sebuah pohon beberapa langkah dariku, suara dengungan mulai terdengar. Aku tak berani mendekatinya jika tidak bersama temanku ini. Lebah mungil itu berjanji bahwa tak akan terjadi apa-apa denganku. Aku percaya padanya.
Ketika kami semakin dekat dengan batang pohon itu, aku ingat betapa indah di dalamnya. Bunyi terdengar berdengung-dengung. Lebah madu adalah salah satu binatang pekerja keras. Mereka bekerja tanpa henti dan menghasilkan madu yang lezat dan berguna untuk manusia.
Teman mungilku menunjukkan kamar-kamar madu. Kamar-kamar madu itu tersusun dengan sangat rapi. Setiap orang pasti bertanya-tanya bagaimana makhluk mungil ini bisa membuatnya.
Aku melihat kamar-kamar tersebut tersusun atas segienam-segienam yang sempurna. Dalam pelajaran matematika pekan lalu, aku menanyakan tentang segienam kepada guruku. Beliau menjelaskan tentang segienam, tapi aku masih belum mengerti.
Aku tanyakan kepada temanku bagiamana cara pembuatan kamar madu segienam tersebut. Ia mengatakan kalau lebah madu yang umurnya lebih tua akan dapat menjelaskannya dengan lebih baik. Ia kemudian meminta lebah madu tua menjawab pertanyaanku:
"Ketika kami membangun kamar segienam, sudut bagian dalam kamar adalah hal yang penting. Kami harus membuat setiap sudut 120 derajat. Selain itu, kemiringan kamar terhadap tanah juga sangat penting. Jika kami memperhatikan petunjuk yang pertama dan tidak menghiraukan syarat yang ke dua, kamar itu tak akan terbentuk dengan sempurna. Semua madu yang kami simpan akan tumpah ke tanah.
"Wah maaf, aku sulit memahaminya. Bagaimana lebah madu dapat melakukan perhitungan ini tanpa kesalahan? Bagaimana kalian bisa membuat tiap sudut tepat 120 derajat? Apalagi kalian tidak memakai peralatan ketika membangun sarang. Aku ingat kertas yang ada bentuk-bentuk geometris tak beraturan saat aku mencoba membuat susunan segi enam yang benar... Aku semakin kagum pada kalian!"
"Janganlah kagum pada kami. Kami tidak melakukan itu karena keahlian kami. Itu semua adalah keahlian bawaan. Artinya, kami dilahirkan lengkap dengan keahlian itu. Kami tidak memperoleh pelatihan atau semacamnya."
"Kalian menunjukkan pelajaran yang mulia! Setiap orang perlu belajar hal-hal yang kalian lakukan. Jika boleh, aku ingin bertanya lagi."
"Silakan..."
"Mengapa kalian membangun kamar madu dalam bentuk segienam?"
"Oh itu… Kamu ingin tahu mengapa kami tidak membuatnya dalam bentuk bujursangkar, segitiga, segilima atau segidelapan? Jika kami membuatnya dalam bentuk lain selain segienam, akan ada bagian yang tak terpakai antar kamar. Bila demikian kami hanya dapat menyimpan sedikit madu dan perlu lebih banyak lilin untuk menutupi daerah yang kosong.
Ketika membangun kamar-kamar, lebah madu memperhitungkan besarnya sudut layaknya insinyur yang ahli. Pada akhirnya, sarang yang terbentuk adalah keajaiban teknik konstruksi. Tak diragukan lagi bahwa lebah-lebah mungil tersebut tak dapat melakukan perhitungan-perhitungan semacam itu. Sebagaimana makhluk lain di alam semesta ini, mereka bekerja berdasarkan ilham dari Allah.
Sebenarnya kami dapat menyimpan dalam kamar segiempat atau segitiga. Tapi segienam adalah bentuk dengan keliling paling pendek. Segienam membutuhkan lilin lebih sedikit dibandingkan segitiga atau segiempat. Jadi, kamar segienam dapat menyimpan madu lebih banyak dengan menggunakan lilin yang sedikit."
Aku tak percaya dengan apa yang kudengar! Aku mendapat pelajaran teknik dari lebah madu yang mungil dan cantik... Masih ada beberapa hal yang ingin aku tanyakan. Tetapi hari semakin sore, kami meninggalkan Lebah Tua dan menemui ayahku.
"Aku telah belajar banyak darimu dan dari lebah madu yang lain. Sekarang aku sadar bahwa dulu aku tidak menyadari keindahan yang kulihat! Kamu telah mengajariku bahwa ada keteraturan yang sempurna di alam semesta.
Mulai sekarang, aku berharap dapat melihat seluruh kesempurnaan ini. Terima kasih banyak!"
"Tak perlu berterimakasih teman kecilku. Ingatlah, kesempurnaan ini bukan berasal dari kami. Kami hanya mengerjakan apa yang telah diajarkan kepada kami. Sampai jumpa!"
Begitu meninggalkan lebah madu tersebut, aku mendengar Ayah memanggilku.
Hari semakin sore. Aku segera kembali menemui ayahku, tetapi aku masih ingat kepada teman kecilku! Ketika aku memasuki mobil, kumelihat kupu-kupu. Ia memiliki paduan warna dan bentuk yang indah pada sayapnya. Aku akan pergi ke perpustakaan besok dan belajar lebih banyak tentang kupu-kupu.
Lebah madu mengumpulkan nektar dari bunga untuk memproduksi madu.
Tak ada yang mampu menghitung semua keindahan yang diciptakan Allah. Aku sadar bahwa masih sangat banyak yang harus dipelajari...
"Mereka menjawab: Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." (QS. Al Baqarah [2]: 32)
© Harun Yahya Internasional 2004.
Hak Cipta Terpelihara. Semua materi dapat disalin, dicetak dan disebarkan dengan mencantumkan sumber situs web ini
info@harunyahya.com
Sabtu, 09 Oktober 2010
PENDIDIKAN ISLAM DAN MORALITAS
A. Pengertian Pendidikan Islam
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan ialah : “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.[1]
Ki Hajar Dewantara menyatakan : “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.[2]
Muhammad Natsir dalam tulisannya ideology Islam, menulis : “Yang dinamakan didikan, ialah satu pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”.[3]
Ahmad D. Marimba mengajukan definisi pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[4]
Jamin Shaliba dari lembaga bahasa Arab Damaskus mengemukakan bahwa “pendidikan ialah pengembangan fungsi-fungsi psikis melalui laihan sehingga mencapai kesempurnaannya sedikit demi sedikit”.[5]
Di dalam Islam terdapat tiga istilah pendidikan yaitu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Istilah tarbiyah berakar pada tiga kata. Pertama, kata, raba yarbu, yang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua, kata, rabia yarba, yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata, raba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara Firman Alah yang mendukung istilah tarbiyah antara lain terdapat pada ayat di bawah ini :
“….dan ucapkanlah, wahai Tuhanku, kasihilah mreka keduanya sebagaimana ereka berdua telah mendidik aku waktu keccil” (QS al-Isra’ : 24)[6]
Abdul Fatah Jalal, ahli pendidikan dari Universitas al-Azhar, mengatakan
“bahwa yang dimaksud dengan tarbiyah pada ayat tersebut di atas, adalah, pendidikan yang berlangsung pada fase pertama pertumbuhan manusia, yaitu fase bayi dan kanak-kanak, masa anak sangat bergantung pada kasih sayang keluarga. Dengan demikian, pengertian yang digali dari kata tarbiyah terbatas pada pemeliharaan, pengasuhan dan pengasihan anak manusia pada masa kecil. Bimbingan dan tuntunan yang diberikan sesudah mada itu tidak lagi termasuk dalam pengertian pendidikan”.[7]
Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk konsep pendidikan Islam ialah ta’lim. Jalal, salah seorang yang menawarkan istilah ini, mengemukakan konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya sebagai berikut, ta’lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Pengertian ini digali dari firman Allah SWT yang menyatakan sebagai berikut :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”. (Q.S. al-Nahl : 78)[8]
Pengembangan fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggung jawab orang tua ketika anak masih kecil. Setelah dewasa, hendaknya orang belajar secara mandiri sampai ia tidak mampu lagi meneruskan belajarnya, baik karena meninggal dunia maupun usia tua renta. Proses ta’lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotori dan afeksi.
Istilah ta’dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam ditawarkan oleh al-Attas. Istilah ini berasal dari kata adab dan pada pendapatnya, berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan demikian ini, kata adab mencakup pengertian ilmu dan amal.
Kata ta’dib dinyatakan sebagai cara Tuhan dalam mendidik Nabi SAW, sesuai dengan sabda beliau :
“Tuhanku telah mendidikku, maka baguslah adabku”[9]
Berdasarkan konsep adab tersebut di atas al-Attas mendefinisikan pendidikan sebagai berikut :
“Pengasuhan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan potensi”.[10]
Pengenalan berarti menemukan tempat yang tepat sehubungan dengan yang dikenali; dan pengakuan berarti tindakan yang bertalian dengan itu (amal), yang lahir sebagai akibat menemukan tempat yang tepat dari apa yang dikenali.
Dengan demikian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dalam konotasi tarbiyah, ta’lim dan ta’dib yang harus diketahui secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungan dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula seklaigus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; formal; informal dan nonformal.
Secara lebih spesifik, M. Yusuf al-Qurdlowi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai berikut :
“Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya, karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapimasyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya”.[11]
Sementara itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk engisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[12] Di sini pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT, kepada Muhammad SAW. Melalui proses di mana individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai kholifah di muka bumi, yang dalam kerangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Endang Saefuddin Anshori memberikan pengertian pendidikan Islam adalah, proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan kemauan, intuisi dan lain sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada kea rah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.[13]
Dari pengertian-pengertian pendidikan Islam yang berbeda-beda tersebut di atas, dapatlah penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien, sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dan untuk mencapai kehidupan ukhrowi yang bahagia.
B. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Dalam usaha terkandung cita-cita, kehendak, kesengajaan serta berkonsekwensi penyusunan daya upaya untuk mencapainya.
Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam proses pendidikan. Hal ini disebabkan oleh fuingsi-fungsi yang dipikulnya.
Pertama, tujuan pendidikan mengarahkan perbuatan mendidik. Fungsi ini menunjukkan pentingnya perumusan dan pembatasan tujuan pendidikan secara jelas. Tanpa tujuan yang jelas, proses pendidikan akan berjalan tidak efektif dan tidak efisien, bahkan tidak menentu dan salah dalam menggunakan metode, sehingga tidak mencapai manfaat. Tujuanlah yang menentukan metode apa yang seharusnya digunakan untuk mencapainya.
Kedua, tujuan pendidikan mengakhiri usaha pendidikan. Apabila tujuannya telah tercapai, maka berakhir pula usaha tersebut. Usaha yang terhenti sebelum tujuan tercapai, sesungguhnya belum dapat disebut berakhir, tetapi hanya mengalami kegagalan yang antara lain disebabkan oleh tidak jelasnya rumusan tujuan pendidikan.
Ketiga, tujuan pendidikan di satu sisi membatasi lingkup suatu usaha pendidikan, tetapi di sini lain mempengaruhi dinamikanya. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan usaha berproses yang di dalamnya usaha-usaha pokok dan usaha-usaha parsial saling terkait.
Keempat, tujuan pendidikan memberikan semangat dan dorongan untuk melaksanakan pendidikan. Hal ini juga berlaku pada setiap perbuatan.[14]
Ahmad D. Marimba, menyebutkan empat fungsi tujuan pendidikan. Pertama, tujuan berfungsi mengakhiri usaha. Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah mempunyai arti apa-apa. Selain itu, usaha mengalami permulaan dan mengalami pula akhirnya. Ada usaha yang terhenti karena kegagalan sebelum mencapai tujuan, tetapi tujuani itu belum dapat disebut berakhir. Pada umumnya, suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah dicapai. Kedua, tujuan berfungsi mengarahkan usaha, tanpa adanya antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, penyelewengan akan banyak terjadi dan kegiatan yang dilakukan tidak akan berjalan secara efisien. Ketiga, tujuan dapat berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan lain, yaitu tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari satu segi tujuan itu membatasi ruang gerak usaha itu. Keempat, fungsi dari tujuan pendidikan ialah memberi nilai (sifat) pada usaha itu. Ada usaha-usaha yang tujuannya lebih luhur, lebih mulia, lebih luas dari usaha-usaha lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam rumusan setiap tujuan selalu disertai dengan nilai-nilai yang hendak diusahakan perwujudannya.[15] Nilai-nilai itu tentu saja bermacam-macam, sesuai dengan pandangan yang meruimuskannya.
Jika yang merumuskan tujuan tersebut orang muslim yang taat dan luas wawasan keislamannya, tentu saja ia akan memasukkan nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam yang dianutnya. Dengan demikian, suatu rumusan tujuan pendidikan harus memiliki muatan subjektifitas dari yang merumuskannya, walaupun subjektifitas ini tidak selamanya berkonotasi negative.
Dalam hubungan fungsi ke empat dari tujuan pendidikan tersebut diatas, Hasan Langgulung menulis tentang tujuan pendidikan Islam. Menurutnya tujuan-tujuan pendidikan agama harus mampu mengkomodasikan tiga fungsi dari agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan aqidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih sempurna, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat, di mana masing-masing menyadari hak-hak dan tanggungjawabnya untuk menyusun masyarakat yang harmonis dan seimbang.[16] Uraian ini pada intinya menegaskan bahwa suatu rumusan pendidikan Islam, tidaklah bebas dibuat kesehendak yang menyusunnya, melainkan berpijak pada nilai-nilai yang digali dari ajaran Islam itu sendiri. Dengan cara demikianlah, maka tujuan tersebut dapat memberi nilai terhadap kegaitan pendidikan.
Mohammad Al-Taumy Al-Syaibani, mengatakan bahwa hubungan antara tujuan dan nilai-nilai amat berkaitan erat, karena tujuan pendidikan merupakan masalah nilai itu sendiri. Pendidikan mengandung pilihan bagi arah kemana perkembangan murid-murid akan diarahkan. Dan pengarahan ini sudah tentu berkaitan erat dengan nilai-nilai. Pilihan terhadap suatu tujuan mengandung unsur mengutamakan terhadap beberapa nilai atas yang lainnya. Nilai-nilai yang dipilih sebagai pengaruh dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada akhirnya akan menentukan corak masyarakat yang akan dibina melalui pendidikan itu.[17]
Dari uraian singkat tentang fungsi tujuan pendidikan tersebut di atas, penulis akan memaparkan rumuisan tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan.
Ahmad Tafsir, mencoba menjelaskan tujuan pendidikan Islam dengan merujuk kepada berbagai pendapat para pakar pendidikan Islam. Dari berbagai pendapat tersebut, ia membagi tujuan pendidikan Islam kepada yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Menurutnya untuk merumuskan tujuan pendidikan Islam secara umum harus diketahui lebih dahulu cirri manusia sempurna menurut Islam, yaitu dengan mengetahui lebih dahulu hakikat manusia menurut Islam.[18]
Konsepsi manusia yang sempurna menurut Islam, sangat membantu dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam. Menurut konsep Islam, manusia adalah makhluk yang memiliki unsur jasmani dan rohani, fisik dan jiwa yang memungkinkan ia dapat diberikan pendidikan. Selanjutnya manusia ditugaskan untuk menjadi khalifah di muka bumi sebagai pengamalan ibadah kepada Tuhan, dalam arti yangs seluas-luasnya. Konsekwensi ini pada akhirnya akan membantu merumuskan tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah gambaran ideal dari manusia yang ingin melalui pendidikan.
Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.[19] Dalam definisi ini terlihat jelas bahwa secara umum yang dituju oleh kegiatan pendidikan adalah terbentuknya kepribadian utama. Definisi ini tampak sejalan dengan prinsip di atas yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah gambaran manusia yang kekal
Hasan Langgulung, berbicara tentang tujuan pendidikan tidak dapat tidak mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup. Sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Tujuan ini menurutnya tercermin dalam surat al-An’am ayat 162 yang berbunyi
“Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS. Al-An-‘am : 162)[20]
Menurut Mohammad Athiyah. Pendidikan moral adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan moral dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sebenarnya dari pendidikan Islam.[21]Pada definisi ini nampak bahwa gambaran manusia yang idela yang harus dicapai melalui kegiatan pendidikan adalah manusia yang bermoral. Hal ini nampak sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu untuk menyempurnakan moral yang mulia.
“Sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan moral yang mulia”.[22]
Ali Ashraf mengatakan bahwa pendidikan seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, nasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspek spiritual, intelektual, imaginative, fiscal, ilmiah, linguistic, baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Islam adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.[23]
Sejalan dengan upaya pembinaan seluruh potensi manusia sebagaimana disebutkan di atas, menarik sekali pendapat yang dikemukakan Muhammad Quthub. Menurutnya,
Islam melakukan pendidikan dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikitpun, baik segi jasmani maupun segi rohani, baik kehidupan secara mental, dan segala kegiatannya di muka bumi ini. Islam memandang anusia secara totalitas, mendekatnya atas dasar apa yang terdapat dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah kepadanya, tidak sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apa pun selain apa yang dijadikannya sesuai dengan fitrahnya.[24]
Pendapat ini memberikan petunjuk dengan jelas bahwa dalam rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang.
Mohammad al-Toumy al-Syaibany, menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi :
1. Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu, pelajaran (learning) dan dengan pribadi-pribadi mereka, dan apa yang berkaitan dengan individu-individu tersebut. Pada perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktifitas dan pencapaiannya, dan pada pertumbuhan yang diingini pada pribadi mereka, dan pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia dan akhirat.
2. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya, dan dengan apa yang berkaitan dengan kehidupan ini tentang perubahan yang diingini, dan pertumbuhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diigninkan.
3. Tujuan-tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai suatu aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.[25]
Proses pendidikan Islam berusaha mencapai ketiga tujuan itu, yaitu tujuan individual, tujuan sosial dan tujuan professional. Ketiga tujuan ini secara terpadu dan terarah diuisahakan agar tercapai dalam proses pendidikan Islam. Dengan tujuan ini pula, jelas ke mana pendidikan Islam diarahkan.
Dari pengertian-pengertian tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan tersebut di atas, dapatlah penulis mengambil kesimpulan sesuai dengan ruang lingkup pembahasan skripsi ini, bahwa pendidikan Islam berupaya menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tidak hanya pada aspek kognitif tetapi juga pada aspek afektif dan psiko-motorik. Transformasi nilai-nilai moral menjadi prioritas utama pendidikan selain transfer ilmu pengetahuan. Sehingga terbentuk seorang siswa yang intelek dan bermoral tinggi.
C. Pengertian Moral
Ada beberapa istilah yang sering digunakan secara bergantian untuk menunjukkan maksud yang sama, istilah moral, akhlak, karakter, etika, budi pekerti dan susila. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “moral” diartikan sebagai keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila. Moral juga berarti kondisi mental yang terungkap dalam bentuk perbuatan. Selain itu moral berarti sebagai ajaran Kesusilaan.[26] Kata morla sendiri berasal dari bahasa Latin “mores” yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat dan kebiasaan.[27]
Dengan demikian pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut :
1. Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meningalkan perbuatan jelekyang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau sebaliknya buruk.
3. Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya.
Dalam terminology Islam, pengertian moral dapat disamakan dengan pengertian “akhlak” dan dalam bahasa Indonesia moral dan akhlak maksudnya sama dengan budi pekerti atau kesusilaan.[28]
Kata akhlak berasal dari kata khalaqa (bahasa Arab) yang berarti perangai, tabi’at dan adat istiadat. Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu perangai (watak/tabi’at) yang menetap dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya.[29]
Pengertian akhlak seperti ini hamper sama dengan yang dikatakan oleh Ibn Maskawih. Akhlak menurutnya adalah suatu keadaan jiwa yang menyebabkan timbulnya perbuatan tanpa melalui pertimbangan dan dipikirkan secara mendalam.[30] Apabila dari perangai tersebut timbul perbuatan baik, maka perbuatan demikian disebut akhlak baik. Demikian sebaliknya, jika perbuatan yang ditimbulkannya perbuatan buruk, maka disebut akhlak jelek.
Pendapat lain yang menguatkan persamaan arti moral dan akhlak adalah pendapat Muslim Nurdin yang mengatakan bahwa akhlak adalah seperangkat nilai yang dijadikan tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau suatu sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia.[31]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar antara akhlak dan moral. Keduanya bisa dikatakan sama, kendatipun tidak dipungkiri ada sebagian pemikir yang tidak sependapat dengan mempersamakan kedua istilah tersebut.
D. Perubahan Moralitas dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologis. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor itulah yang akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang bersifat positif atau sebaliknya mengarah pada perubahan yang bersifat negative.
Kaitannya dengan pembentukan moral, maka membicarakan proses pembentukan moral, tidak lain membicarakan salah satu aspek dari aspek perubahan atau perkembangan manusia. Tentu dalam pembentukan moral ada faktor-faktor yang mempengaruhi seperti halnya perubahan manusia pada umumnya.
Menurut beberapa ahli pendidikan, perubahan manusia atau yang lebih spesifik mengenai pembentukan moral dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Namun, mereka berbeda pendapat dalam hal faktor mana yang paling dominant mempengaruhi proses perubahan tersebut. Perbedaan tersebut diakibatkan karena berbedanya sudut pandang atau pendekatan yang digunakan oleh masing-masing tokoh.
Dalam beberapa literature pendidikan terdapat aliran-aliran yang biasa digunakan oleh beberapa ahli pendidikan sebagai suatu pendekatan dalam menilai faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan atau perkembangan manusia. Aliran-aliran tersebut adalah :
1. Aliran Nativisme
Nativisme adalah suatu doktrin filosofis yang berpengaruh besar dalam pemikiran psikologis. Tokoh utamanya Arthur Schopenhaur (1788-1860) seorang filosuf berkebangsaan Jerman.[32] Aliran ini berpandangan bahwa yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor keturunan dan pembawaan atau sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan dan pengalaman hidup lainnya tidak dapat mengubah sifat-sifat keturunan/pembawaaan manusia.
Usaha-usaha mendidik dalam pandangan aliran ini merupakan usaha yang sia-sia. Karena pandangan pesimis ini, maka aliran ini dalam dunia pendidikan disebut “Pesimesme pedagogis.”[33]
Secara singkat keturunan diartikan semua sifat-sifat atau cirri-ciri yang melekat pada seorang anak yang merupakan regenerasi dari orang tuanya.[34] Sedangkan pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau potensi-potensi yang terdapat pada seseorang yang selama perkembangannya bisa direalisasikan atau pengertian ini bisa disamakan dengan bakat (anleg).[35]
Perbedaan pengertian antara keturunan dan pembawaan sebenarnya bukan masalah substansial, karena banyak pemikir cenderung tidak membedakan arti keduanya.
Omar Muihammad Al-Toumi Al-Syaibani menyebutkan keturunan/pembawaan sebagai cirri dan sifat-sifat yang diwarisi dari orang tuanya. Sifat-sifat tersebut dibagi tiga macam.
1. Sifat-sifat tubuh (Jasmani), seperti warna kulit, warna mata, ukuran tubuh, bentuk kepala, wajah, rambat dan lain-lain.
2. Sifat-sifat akal, seperti cerdas, pandai, bebal, bodoh dan lain-lain.
3. Sifat-sifat akhlak atau moral, seperti prilaku baik, prilaku jahat, pemberani, pemarah, pemaaf, penyabar, penolong, beriman dan bertaqwa, dan lain-lain.
Pengaruh faktor keturunan terhadap pembentukan manusia sampai saat menjadi polemic. Ada yang setuju ada yang tidak setuju dan ada pula yang netral. Mereka mengakui tentang pengaruh faktor keturunan terhadap aspek jasmani (tubuh/badan) manusia dan akalnya. Tetapi mereka tidak menerima faktor keturunan dapat mempengaruhi sifat akhlak (moral) dan kebiasaan sosial.[36]
Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa keturunan banyak mempengaruhi pertumbuhan manusia dalam aspek jasmani dan kualitas akal. Namun, terhadap akhlak dan prilaku sosial manusia, kemungkinannyaa sangat kecil.
Tidak adanya ruang bagi pendidikan untuk mempengaruhi perubahan manusia karena aliran ini berkeyakinan bahwa satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi hanya faktor pembawaan atau faktor keturunan.
Hampir sama dengan aliran nativsime adalah aliran naturalisme. Nature artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pada dasarnya semua anak (manusia) adalah baik. Meskipun aliran ini percaya dengan kebaikan awal manusia, aliran ini tidak menafikan peranan dan pengaruh lingkungan atau pendidikan. Pendidikkan yang baik akan mengantarkan terciptanya manusia yang baik. Sebaliknya pendidikan dan lingkungan yang jelek akan berakibat manusia menadi jelek juga.
J. Rooseau sebagai tokoh aliran ini mengatakan, “semua anak adalah baik pada dilahirkan, tetapi menjadi rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu dia mengajukan pendapat agar pendidikan anak menggunakan sistem “pendidikan alam”. Artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang menurut alamnya. Manusia dan masyarakat jangan terlalu ikut mencampurinya.[37]
Dalam konteks pembentukan moral siswa, maka menurut aliran nativisme, moral seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri sesuai dengan sifat-sifat pembawaan yang ada sejak manusia lahir, dan pendidikan tidak mempunyai peran dalam membentuk moral siswa.
1. Aliran Emperisme
Aliran emperisme berlawanan dengan aliran nativisme. Kalau dalam nativisme pembawaan atau keturunan menjadi faktor penentu yang mempengaruhi perkembangan manusia, maka dalam emperisme yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah lingkungan dan pengalaman pendidikannya.
Tokoh utama aliran ini adalah Jhon Locke (1632-1704) dengan gagasan awalnya mendirikan “The school of british empiricism” (aliran emperisme Inggris). Sekalilpun aliran ini bermarkas di Inggris tetapi pengaruhnya sampai ke Amerika Serikat sehingga melahirkan aliran “environmental psychology” (Psikologi lingkungan, 1988).[38]
Lingkungan menurut Zakiyah Daradjat dalam arti yang luas mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia atau benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan manusia. Sejauh manakah manusia berinteraksi dengan lingkungan, sejauh itulah terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya.[39]
Sartain (Seorang ahli psikologi Amerika) menyebutkan bahwa yang dimaksud lingkungan adalah semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kemudian dia membagi lingkungan menjadi tiga bagian; lingkungan alam/luar (external environment), lingkungan dalam (internal environment) dan lingkungan sosial (social environment).[40]
1. Lingkungan luar adalah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini dan bukan manusia seperti, tumbuh-tumbuhan, hewan, iklim, air dan sebagainya.
2. Lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang ada dalam diri manusia dan mempengaruhi pertumbuhan fisiknya.
3. Lingkungan sosial adalah semua orang atau orang lain yang mempengaruhi manusia baik secara langsung atau tidak langsung.
Dari ketiga pembagian lingkungan di atas, maka lingkungan sosiallah yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan moral seseorang.
Aliran ini juga mendapat dukungan dari kaum behavioris, salah satu tokoh tulen behavioris Waston berkata : “Berilah saya sejumlah anak yang baik keadaan badannya dan situasi yang saya butuhkan, dan dari setiap orang anak, entah yang mana dapat saya jadikan dokter, seorang pedagang, seorang ahli hokum, atau jika memang dikehendaki, menjadi seorang pengemis atau seorang pencuri”.[41]
Secara eksplisit aliran emperisme menekankan betapa peran lingkungan dan pengalaman pendidikan sangat besar dalam mengubah atau mengembangkan manusia dan setiap anak bisa dibentuk sesuai dengan kepentingan dan arahan lingkungan. Pendapat kaum emperis yang optimis ini, di dalam dunia pendidikan dikenal dengan “optimisme pedagogis”.
Doktrin mendasar yang masyhur dalam aliran emperisme adalah teori “tabula rasa”, sebuah istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia tergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.[42]
Dalam hal ini, para penganut emperisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa anak kelak tergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Nabi Muhammad SAW : bersabda :
“Semua anak dilahirkan dalam keadaan suci, ibu dan bapaknya yang akan menentukan apakah anak tersebut akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi” (HR. Bukhari).[43]
Sukar untuk tidak menyakini bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses pembentukan manusia. Lingkungan akan menentukan prilaku dan moral manusia. Seorang anak yang tinggal dalam kondisi sosial masyarakat yang tidak teratur, kemampuan ekonomi di bawah rata-rata, lingkungan alam yang kumuh tanpa fasilitas-fasilitas umum yang memadai seperti sarana ibadah, sarana olah raga dan lain-lain, kondisi seperti itu akan menyuburkan pertumbuhan anak-anak nakal dan kurang bermoral. Untuk anak yang hidup dalam lingkungan ini, maka tidak cukup alasan untuk tidak menjadi brutal, apalagi jika orang tuanya kurang peduli dengan perkembangan anaknya.
Bagi aliran ini, pembentukan moral dan prilaku manusia akan sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Lingkungan yang baik (bermoral) tempat di mana anak-anak melakukan interaksi akan terpengaruh pada terciptana anak-anak yang berprilaku dan bermoral baik. Demikian pula lingkungan yang tidak baik akan menciptakan anak-anak yang bermoral tidak baik.
1. Aliran Konvergensi
Munculnya aliran konvergensi merupakan respon terhadap pertentangan antara dua aliran ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha untuk mengkompromikan arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek lingkungan di sisi yang lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Tokoh aliran ini, Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman (1871-1938).
Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi manusia, aliran ini tidak hanya berpegang pada lingkungan, pengalaman/pendidikan saja, tetapi juga mempercayai faktor keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan lingkungan dalam posisi yang sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai arti apa-apa terhadap perkembangan manusia jika tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang memadai. Demikian pula lingkungan dan pengalaman tanpa adanya bakat pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia sesuai dengan harapan. Bagi aliran konvengensi, keturunan dan lingkungan sama-sama mempunyai peran dan andil dalam perkembangan manusia.
Tentang pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap perkembangan manusia, Omar al-Toumy al-Syabany menegaskan :
Kita menyakini bahwa manusia (insane) dengan seluruh perwatakannya (karakter) dan pertumbuhannya adalah pencapaian dan faktor; yaitu warisan dan lingkungan. Dan faktor ini mempengaruhi manusia dan berinteraksi dengannya sejak hari pertama ia menjdi embrio hingga hayat. Oleh karena kuat dan bercampur aduknya peranan kedua faktor ini, maka sukar sekali untuk menunjukkan perkembangan tubuh atau tingkah laku (moralitas) secara pasti kepada salah satu dari dua faktor.[44]
Keterkaitan peran antara keturunan dan lingkungan dapat diumpamakan dengan menyemai benih tanaman yang bagus, jika ingin menghasilkan tanaman yang bagus, maka harus disemai di lahan yang subur. Seandainya benih tersebut disemai di tanah yang tidak cocok atau tandus, maka hasilnya tidak akan sesuai harapan. Demikian pula sebaliknya sesubur apapun tanahnya, jika benih yang ditanam tidak bagus maka hasilnya pun tentu kurang bagus.
Dalam hal ini yang berbeda mungkin tingkat dominasi tingkat pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap pertumbuhan manusia. Pengaruh kedua faktor ini juga berbeda melihat umur dan fase pertumbuhan yang dilalui. Faktor keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi. Faktor keturunan berkembang sebelum terjadinya interaksi sosial serta adanya pengalaman-pengalaman baru. Sebaliknya faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya apabila manusia meningkat dewasa. Karena waktu itu ruang gerak untuk melakukan interaksi dengan lingkungan sosial dan pengalaman-pengalaman hidup semakin luas terbuka.
Dengan adanya berbagai pandangan tentang perubahan moralitas, penulis cenderung sepakat dengan pandangan yang terakhir (aliran konvergensi), karena dalam keyakinan penulis antara faktor pembawaan dan faktor lingkungan (pendidikan) sama-sama mempunyai peran dalam membentuk moralitas seseorang.
Al-Ghazali mengatakan, dalam diri manusia memang ada potensi-potensi yang mengarahkan manusia untuk berbuat jahat, seperti sifat syahwah (ambisi) dan ghadlob (emosi). Tetapi potensi jahat itu bisa diredam dengan cara melakukan perlawanan terhadapnya (mujahadah) dan melalui proses latihan yang diterima secara terus menerus (riyadlah).[45]
Secara alami manusia dalam dirinya mempunyai potensi karakter yang berkecenderungan baik dan buruk, tetapi dengan pendidikan atau melalui nasehat-nasehat yang mulia cepat atau lambat karakter tersebut pasti mengalami perubahan. Manusia yang secara alami buruk bisa berubah menjadi baik melalui pendidikan atau pergaulan dengan orang-orang yang baik dan shaleh. Ibnu maskawih kemudian mengutip perkataan Aristoteles dalam Book on ethie dan book on categories, bahwa orang yang buruk akan menjadi baik melalui pendidikan.[46]
E. Tingkat Akseptabilitas Perubahan Moralitas
Disadari bahwa karakter (akhlak/moral) manusia bersifat fleksibel atau luwes serta bisa diubah atau dibentuk. Moralitas manusia suatu saat bisa baik tetapi pada saat yang lain sebaliknya menjadi jahat. Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kndisi lingkungannya sosial budaya, pendidikan dan alam.
Tingkat akseptabilitas atau penerimaan manusia terhadap proses peruahan moral juga berbeda. Hal ini karena kondisi moralitas masing-masing pada saat akan diubah atau dibentuk juga berbeda. Manusia dengan tingkat kerusakan moralnya yang sudah parah atau sudah menginternal, akan berbeda tingkat kesulitannya dalam mengubahnya bila dibandingkan dengan kondisi moralitas yang tidak terlalu rusak.
Di samping itu faktor pembawaan (tabi’at) yang diwarisi sejak manusia lahir juga menentukan tingkat penerimaan dalam perubahan moral. Perbedaan penerimaan perubahan ini dapat kita saksikan khususnya pada anak-anak. Anak-anak biasanya tidak menutup-nutupi dengan sengaja dan sadar karakter yang dimilikinya. Kita dapat menyaksikan bagaimana tingkat penerimaan mereka terhadap perbaikan karakter, Ada sebagian anak yang dengan mudah menerima proses perubahan atau perbaikan tetapi sering kita saksikan pula banyak anak yang enggan menerima perbaikan karakter itu. Sikap mereka ada yang keras dan ada yang malu-malu”[47]
Terhadap perbedaan tingkat penerimaan perbaikan moral/akhlak, al-Ghazali membagi manusia dalam bebeapa kelompok kriteria :
1. Seorang yang sepenuhnya lugu atau polos yang tidak mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil atau antara yang baik dan yang buruk, tetap dalam keadaan fitrah seperti ketika dilahirkan, dan dalam keadan kosong dari segala kepercayaan. Demikian pula ambisinya belum begitu kuat untuk mendorongnya mengikuti berbagai kesenangan hidup manusiwi. Orang seperti ini sangat cepat dalam proses perbaikan moralnya. Orang seperti ini hanya membutuhkan pembimbing untuk melakukan mujahadah. Orang seperti ini akan mengalami perbaikan moral dengan cepat.
2. Orang secara pasti telah mengetahui sesuatu yang buruk tetapi ia belum terbiasa mengerjakan perbuatan baik bahkan ia cenderung mengikuti hawa nafsunya melakukan perbuatan-perbuatan buruk dari pada mengikuti pertimbangan akal sehat untuk melakukan perbuatan baik. Perbaikan moral/akhlak seperti ini tentu tingkat kesukarannya melebihi dari tipe orang sebelumnya. Sebab usaha yang harus dilakukan bersifat ganda, selain mencabut akar-akar kebiasaan buruknya, orang tersebut secara seius dan konsisten melakukan latihan-latihan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Jika hal ini dilakukan sungguh-sungguh, maka perbaikan moral akan terlaksana.
3. Orang yang berkeyakinan bahwa perangai-perangai buruk merupakan sesuatu yang wajib dilakukan dan perbuatan itu dianggap aik dan menguntungkan. Orang tersebut tumbuh dengan keyakinan seperti itu. Terhadap kriteria orang seperti ini, maka sungguh merupakan usaha yang sangat berat dan jarang sekali yang berhasil memperbaikinya. Karena terlalu banyak penyebab kesesatan jiwanya.
4. Seseorang yang diliputi pikiran-pikiran buru, seiring dengan pertumbuhan dirinya, dan terdidik dalam pengalaman (lingkungan) yang buruk. Sehingga ketinggian derajatnya diukur dengan seberapa banyak perbuatan-perbuatan jahat yang ia lakukan dan bahkan dengan banyaknya jiwa-jiwa manusia yang ia korbankan. Orang seperti ini berada dalam tingkatan orang yang paling sulit.untuk diobat. Usaha memperbaiki moralitas orang ini bisa dikatakan sebuah usaha yang sia-sia.[48]
Klasifikasi kriteria moralitas manusia yang disebutkan di atas, mungkin terjadi dalam realitas kehidupan siswa. Dan itu menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh tenaga pendidik di Pondok Pesantren Global Darul Hidayah.
________________________________________
[1] Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), h. 42
[2] Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan : Kenang-kenangan Promosi Doctor Honoris Causa, (Yogyakarta, 1967) h. 42
[3] M. Natsir, Capita Selecta, (Bandung : Gravenhage, 1954), h. 87
[4] A.D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Alma’arif, 1980), cet ke-4, h. 19
[5] Jamil Sahliba, Kamus Filsafat, (Dar al-Kitab al-Lubnani, 1978), Jilid I, h 260.
[6] Departemen Agama RI, Op.Cit, h. 428
[7] Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung iponegoro, 1988), cet. Ke-1, h. 28-29
[8] Departemen Agama RI, Op.Cit h. 413
[9] Muclich Shabir, Op. cit, h. 89
[10] Ibid h. 62
[11] Yusuf al-Qurdlowi, Op.Cit, h. 39
[12] Hasan Langgulung, Bebeapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1980), h. 94
[13] Endang Saefuddin Anshori, POkok-pokok Pikiran Tentang Islam, (Jakarta : Usaha Interprises, 1976), cet ke-1 h. 85
[14] Drs. Hary Noer Aly, MA., Op.Cit, h. 52-54
[15] Ahmad D. Marimba, Op.Cit, h. 45-46.
[16] Hasan Langgulung, Op.Cit, h. 178
[17] Omar M. al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), cet Ke-1 h. 403
[18] Ahmad Tafsir, Op.Cit, h. 34
[19] Ahmad D. Mariba, Op.Cit h. 19
[20] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1968), Cet. Ke-1 h. 33
[21] M. Athiyah al-Abrasy, Op.Cit, h. 15
[22] Mushlih Shabir, Op.Cit h. 124
[23] Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1993), Cet. Ke-3 h. 2
[24] M. Quthub, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1984), Cet, Ke-1 h. 27
[25] Omar M al-Toumy, al-Syabany, Op.Cit, h. 399
[26] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op. Cit, h. 192
[27] Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT : BPK Gunung Mulia, 1999) Cet : Ke-12, h. 38
[28] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.Cit, h. 195
[29] Al-Ghazali, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia, (Bandung : Kharisma, 1994) Cet. Ke-1, h 31
[30] Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung : Mizan, 1994) Cet Ke-2, h. 56
[31] Muslim Nurdin, et.al., Moral Islam dan Kognisi Islam, (Bandung : CV. Alabeta, 1993) Cet. Ke-1, h. 205
[32] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1995) Cet ke-1, h. 42-43
[33] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1988) Cet. Ke-11, h. 59
[34] Ibid, h. 64
[35] Ibid h. 66
[36] Omar M. al-Toumy al-Syabany, Op.Cit, h. 138-139
[37] Ibid, h. 138
[38] Ngalim Purwanto, Op.Cit, h. 59
[39] Muhibbin Syah, Op.Cit, h. 43
[40] Zakiyah Deraradjat, et al Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. Ke-2, h 63-64.
[41] Ngalim Purwanto, Op.Cit, h. 72-73
[42] Ibid h. 59
[43] Muslich Shabir, Op.Cit h. 261
[44] Muhibbin Syah, Op.Cit, h. 44
[45] Al-Syaibany, Op.Cit h. 136
[46] Al-Ghazali, OP.Cit, h. 41-42
[47] Ibn Miskawaih, Op.Cit, h. 57-58
[48] Al-Ghazali, Op.Cit, h. 41-43
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan ialah : “Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan”.[1]
Ki Hajar Dewantara menyatakan : “Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan budi pekerti (kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.[2]
Muhammad Natsir dalam tulisannya ideology Islam, menulis : “Yang dinamakan didikan, ialah satu pimpinan jasmani dan rohani yang menuju kepada kesempurnaan dan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya”.[3]
Ahmad D. Marimba mengajukan definisi pendidikan sebagai berikut : “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama”.[4]
Jamin Shaliba dari lembaga bahasa Arab Damaskus mengemukakan bahwa “pendidikan ialah pengembangan fungsi-fungsi psikis melalui laihan sehingga mencapai kesempurnaannya sedikit demi sedikit”.[5]
Di dalam Islam terdapat tiga istilah pendidikan yaitu tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Istilah tarbiyah berakar pada tiga kata. Pertama, kata, raba yarbu, yang berarti bertambah atau tumbuh. Kedua, kata, rabia yarba, yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata, raba yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga dan memelihara Firman Alah yang mendukung istilah tarbiyah antara lain terdapat pada ayat di bawah ini :
“….dan ucapkanlah, wahai Tuhanku, kasihilah mreka keduanya sebagaimana ereka berdua telah mendidik aku waktu keccil” (QS al-Isra’ : 24)[6]
Abdul Fatah Jalal, ahli pendidikan dari Universitas al-Azhar, mengatakan
“bahwa yang dimaksud dengan tarbiyah pada ayat tersebut di atas, adalah, pendidikan yang berlangsung pada fase pertama pertumbuhan manusia, yaitu fase bayi dan kanak-kanak, masa anak sangat bergantung pada kasih sayang keluarga. Dengan demikian, pengertian yang digali dari kata tarbiyah terbatas pada pemeliharaan, pengasuhan dan pengasihan anak manusia pada masa kecil. Bimbingan dan tuntunan yang diberikan sesudah mada itu tidak lagi termasuk dalam pengertian pendidikan”.[7]
Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk konsep pendidikan Islam ialah ta’lim. Jalal, salah seorang yang menawarkan istilah ini, mengemukakan konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya sebagai berikut, ta’lim adalah proses pembelajaran secara terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Pengertian ini digali dari firman Allah SWT yang menyatakan sebagai berikut :
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”. (Q.S. al-Nahl : 78)[8]
Pengembangan fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggung jawab orang tua ketika anak masih kecil. Setelah dewasa, hendaknya orang belajar secara mandiri sampai ia tidak mampu lagi meneruskan belajarnya, baik karena meninggal dunia maupun usia tua renta. Proses ta’lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam wilayah kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotori dan afeksi.
Istilah ta’dib untuk menandai konsep pendidikan dalam Islam ditawarkan oleh al-Attas. Istilah ini berasal dari kata adab dan pada pendapatnya, berarti pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan berbagai tingkatan dan derajat tingkatannya serta tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kapasitas dan potensi jasmani, intelektual, maupun rohani seseorang. Dengan demikian ini, kata adab mencakup pengertian ilmu dan amal.
Kata ta’dib dinyatakan sebagai cara Tuhan dalam mendidik Nabi SAW, sesuai dengan sabda beliau :
“Tuhanku telah mendidikku, maka baguslah adabku”[9]
Berdasarkan konsep adab tersebut di atas al-Attas mendefinisikan pendidikan sebagai berikut :
“Pengasuhan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam manusia tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat di dalam tatanan wujud dan potensi”.[10]
Pengenalan berarti menemukan tempat yang tepat sehubungan dengan yang dikenali; dan pengakuan berarti tindakan yang bertalian dengan itu (amal), yang lahir sebagai akibat menemukan tempat yang tepat dari apa yang dikenali.
Dengan demikian pendidikan dengan seluruh totalitasnya dalam konteks Islam inheren dalam konotasi tarbiyah, ta’lim dan ta’dib yang harus diketahui secara bersama-sama. Ketiga istilah itu mengandung makna yang amat dalam menyangkut manusia dan masyarakat serta lingkungan yang dalam hubungan dengan Tuhan saling berkaitan satu sama lain. Istilah-istilah itu pula seklaigus menjelaskan ruang lingkup pendidikan Islam; formal; informal dan nonformal.
Secara lebih spesifik, M. Yusuf al-Qurdlowi memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai berikut :
“Pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya; rohani dan jasmaninya; akhlak dan keterampilannya, karena itu, pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai maupun perang, dan menyiapkan untuk menghadapimasyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya”.[11]
Sementara itu, Hasan Langgulung merumuskan pendidikan Islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk engisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan memetik hasilnya di akhirat.[12] Di sini pendidikan Islam merupakan suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan Allah SWT, kepada Muhammad SAW. Melalui proses di mana individu dibentuk agar dapat mencapai derajat yang tinggi sehingga ia mampu menunaikan tugasnya sebagai kholifah di muka bumi, yang dalam kerangka lebih lanjut mewujudkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Endang Saefuddin Anshori memberikan pengertian pendidikan Islam adalah, proses bimbingan (pimpinan, tuntunan, usulan) oleh subjek didik terhadap perkembangan jiwa (pikiran, perasaan kemauan, intuisi dan lain sebagainya) dan raga objek didik dengan bahan-bahan materi tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada kea rah terciptanya pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai dengan ajaran Islam.[13]
Dari pengertian-pengertian pendidikan Islam yang berbeda-beda tersebut di atas, dapatlah penulis menyimpulkan bahwa pendidikan Islam suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif dan efisien, sesuai dengan kaidah-kaidah Islam dan untuk mencapai kehidupan ukhrowi yang bahagia.
B. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah batas akhir yang dicita-citakan seseorang dan dijadikan pusat perhatiannya untuk dicapai melalui usaha. Dalam usaha terkandung cita-cita, kehendak, kesengajaan serta berkonsekwensi penyusunan daya upaya untuk mencapainya.
Tujuan pendidikan merupakan masalah sentral dalam proses pendidikan. Hal ini disebabkan oleh fuingsi-fungsi yang dipikulnya.
Pertama, tujuan pendidikan mengarahkan perbuatan mendidik. Fungsi ini menunjukkan pentingnya perumusan dan pembatasan tujuan pendidikan secara jelas. Tanpa tujuan yang jelas, proses pendidikan akan berjalan tidak efektif dan tidak efisien, bahkan tidak menentu dan salah dalam menggunakan metode, sehingga tidak mencapai manfaat. Tujuanlah yang menentukan metode apa yang seharusnya digunakan untuk mencapainya.
Kedua, tujuan pendidikan mengakhiri usaha pendidikan. Apabila tujuannya telah tercapai, maka berakhir pula usaha tersebut. Usaha yang terhenti sebelum tujuan tercapai, sesungguhnya belum dapat disebut berakhir, tetapi hanya mengalami kegagalan yang antara lain disebabkan oleh tidak jelasnya rumusan tujuan pendidikan.
Ketiga, tujuan pendidikan di satu sisi membatasi lingkup suatu usaha pendidikan, tetapi di sini lain mempengaruhi dinamikanya. Hal ini disebabkan pendidikan merupakan usaha berproses yang di dalamnya usaha-usaha pokok dan usaha-usaha parsial saling terkait.
Keempat, tujuan pendidikan memberikan semangat dan dorongan untuk melaksanakan pendidikan. Hal ini juga berlaku pada setiap perbuatan.[14]
Ahmad D. Marimba, menyebutkan empat fungsi tujuan pendidikan. Pertama, tujuan berfungsi mengakhiri usaha. Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah mempunyai arti apa-apa. Selain itu, usaha mengalami permulaan dan mengalami pula akhirnya. Ada usaha yang terhenti karena kegagalan sebelum mencapai tujuan, tetapi tujuani itu belum dapat disebut berakhir. Pada umumnya, suatu usaha baru berakhir kalau tujuan akhir telah dicapai. Kedua, tujuan berfungsi mengarahkan usaha, tanpa adanya antisipasi (pandangan ke depan) kepada tujuan, penyelewengan akan banyak terjadi dan kegiatan yang dilakukan tidak akan berjalan secara efisien. Ketiga, tujuan dapat berfungsi sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan lain, yaitu tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari satu segi tujuan itu membatasi ruang gerak usaha itu. Keempat, fungsi dari tujuan pendidikan ialah memberi nilai (sifat) pada usaha itu. Ada usaha-usaha yang tujuannya lebih luhur, lebih mulia, lebih luas dari usaha-usaha lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa dalam rumusan setiap tujuan selalu disertai dengan nilai-nilai yang hendak diusahakan perwujudannya.[15] Nilai-nilai itu tentu saja bermacam-macam, sesuai dengan pandangan yang meruimuskannya.
Jika yang merumuskan tujuan tersebut orang muslim yang taat dan luas wawasan keislamannya, tentu saja ia akan memasukkan nilai-nilai yang sejalan dengan ajaran Islam yang dianutnya. Dengan demikian, suatu rumusan tujuan pendidikan harus memiliki muatan subjektifitas dari yang merumuskannya, walaupun subjektifitas ini tidak selamanya berkonotasi negative.
Dalam hubungan fungsi ke empat dari tujuan pendidikan tersebut diatas, Hasan Langgulung menulis tentang tujuan pendidikan Islam. Menurutnya tujuan-tujuan pendidikan agama harus mampu mengkomodasikan tiga fungsi dari agama, yaitu fungsi spiritual yang berkaitan dengan aqidah dan iman, fungsi psikologis yang berkaitan dengan tingkah laku individual termasuk nilai-nilai akhlak yang mengangkat derajat manusia ke derajat yang lebih sempurna, dan fungsi sosial yang berkaitan dengan aturan-aturan yang menghubungkan manusia dengan manusia lain atau masyarakat, di mana masing-masing menyadari hak-hak dan tanggungjawabnya untuk menyusun masyarakat yang harmonis dan seimbang.[16] Uraian ini pada intinya menegaskan bahwa suatu rumusan pendidikan Islam, tidaklah bebas dibuat kesehendak yang menyusunnya, melainkan berpijak pada nilai-nilai yang digali dari ajaran Islam itu sendiri. Dengan cara demikianlah, maka tujuan tersebut dapat memberi nilai terhadap kegaitan pendidikan.
Mohammad Al-Taumy Al-Syaibani, mengatakan bahwa hubungan antara tujuan dan nilai-nilai amat berkaitan erat, karena tujuan pendidikan merupakan masalah nilai itu sendiri. Pendidikan mengandung pilihan bagi arah kemana perkembangan murid-murid akan diarahkan. Dan pengarahan ini sudah tentu berkaitan erat dengan nilai-nilai. Pilihan terhadap suatu tujuan mengandung unsur mengutamakan terhadap beberapa nilai atas yang lainnya. Nilai-nilai yang dipilih sebagai pengaruh dalam merumuskan tujuan pendidikan tersebut pada akhirnya akan menentukan corak masyarakat yang akan dibina melalui pendidikan itu.[17]
Dari uraian singkat tentang fungsi tujuan pendidikan tersebut di atas, penulis akan memaparkan rumuisan tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan.
Ahmad Tafsir, mencoba menjelaskan tujuan pendidikan Islam dengan merujuk kepada berbagai pendapat para pakar pendidikan Islam. Dari berbagai pendapat tersebut, ia membagi tujuan pendidikan Islam kepada yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Menurutnya untuk merumuskan tujuan pendidikan Islam secara umum harus diketahui lebih dahulu cirri manusia sempurna menurut Islam, yaitu dengan mengetahui lebih dahulu hakikat manusia menurut Islam.[18]
Konsepsi manusia yang sempurna menurut Islam, sangat membantu dalam merumuskan tujuan pendidikan Islam. Menurut konsep Islam, manusia adalah makhluk yang memiliki unsur jasmani dan rohani, fisik dan jiwa yang memungkinkan ia dapat diberikan pendidikan. Selanjutnya manusia ditugaskan untuk menjadi khalifah di muka bumi sebagai pengamalan ibadah kepada Tuhan, dalam arti yangs seluas-luasnya. Konsekwensi ini pada akhirnya akan membantu merumuskan tujuan pendidikan, karena tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah gambaran ideal dari manusia yang ingin melalui pendidikan.
Menurut Ahmad D. Marimba, Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian utama.[19] Dalam definisi ini terlihat jelas bahwa secara umum yang dituju oleh kegiatan pendidikan adalah terbentuknya kepribadian utama. Definisi ini tampak sejalan dengan prinsip di atas yang menyatakan bahwa tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah gambaran manusia yang kekal
Hasan Langgulung, berbicara tentang tujuan pendidikan tidak dapat tidak mengajak kita berbicara tentang tujuan hidup. Sebab pendidikan bertujuan untuk memelihara kehidupan manusia. Tujuan ini menurutnya tercermin dalam surat al-An’am ayat 162 yang berbunyi
“Katakanlah : Sesungguhnya shalatku, ibadahku hidupku dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan semesta alam” (QS. Al-An-‘am : 162)[20]
Menurut Mohammad Athiyah. Pendidikan moral adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan bahwa pendidikan moral dan akhlak adalah jiwa pendidikan Islam, Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan yang sebenarnya dari pendidikan Islam.[21]Pada definisi ini nampak bahwa gambaran manusia yang idela yang harus dicapai melalui kegiatan pendidikan adalah manusia yang bermoral. Hal ini nampak sejalan dengan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, yaitu untuk menyempurnakan moral yang mulia.
“Sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan moral yang mulia”.[22]
Ali Ashraf mengatakan bahwa pendidikan seharusnya bertujuan menimbulkan pertumbuhan yang seimbang dari kepribadian total manusia melalui latihan spiritual, intelek, nasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia. Karena itu pendidikan seharusnya menyediakan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala aspek spiritual, intelektual, imaginative, fiscal, ilmiah, linguistic, baik secara individual maupun secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Islam adalah perwujudan penyerahan mutlak kepada Allah, pada tingkat individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.[23]
Sejalan dengan upaya pembinaan seluruh potensi manusia sebagaimana disebutkan di atas, menarik sekali pendapat yang dikemukakan Muhammad Quthub. Menurutnya,
Islam melakukan pendidikan dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikitpun, baik segi jasmani maupun segi rohani, baik kehidupan secara mental, dan segala kegiatannya di muka bumi ini. Islam memandang anusia secara totalitas, mendekatnya atas dasar apa yang terdapat dalam dirinya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah kepadanya, tidak sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apa pun selain apa yang dijadikannya sesuai dengan fitrahnya.[24]
Pendapat ini memberikan petunjuk dengan jelas bahwa dalam rangka mencapai pendidikan, Islam mengupayakan pembinaan seluruh potensi manusia secara serasi dan seimbang.
Mohammad al-Toumy al-Syaibany, menjabarkan tujuan pendidikan Islam menjadi :
1. Tujuan-tujuan individual yang berkaitan dengan individu-individu, pelajaran (learning) dan dengan pribadi-pribadi mereka, dan apa yang berkaitan dengan individu-individu tersebut. Pada perubahan yang diinginkan pada tingkah laku, aktifitas dan pencapaiannya, dan pada pertumbuhan yang diingini pada pribadi mereka, dan pada persiapan yang dimestikan kepada mereka pada kehidupan dunia dan akhirat.
2. Tujuan sosial yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan, dengan tingkah laku masyarakat umumnya, dan dengan apa yang berkaitan dengan kehidupan ini tentang perubahan yang diingini, dan pertumbuhan, memperkaya pengalaman dan kemajuan yang diigninkan.
3. Tujuan-tujuan professional yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran sebagai ilmu, sebagai seni, sebagai profesi, dan sebagai suatu aktifitas di antara aktifitas-aktifitas masyarakat.[25]
Proses pendidikan Islam berusaha mencapai ketiga tujuan itu, yaitu tujuan individual, tujuan sosial dan tujuan professional. Ketiga tujuan ini secara terpadu dan terarah diuisahakan agar tercapai dalam proses pendidikan Islam. Dengan tujuan ini pula, jelas ke mana pendidikan Islam diarahkan.
Dari pengertian-pengertian tujuan pendidikan Islam yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan tersebut di atas, dapatlah penulis mengambil kesimpulan sesuai dengan ruang lingkup pembahasan skripsi ini, bahwa pendidikan Islam berupaya menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tidak hanya pada aspek kognitif tetapi juga pada aspek afektif dan psiko-motorik. Transformasi nilai-nilai moral menjadi prioritas utama pendidikan selain transfer ilmu pengetahuan. Sehingga terbentuk seorang siswa yang intelek dan bermoral tinggi.
C. Pengertian Moral
Ada beberapa istilah yang sering digunakan secara bergantian untuk menunjukkan maksud yang sama, istilah moral, akhlak, karakter, etika, budi pekerti dan susila. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “moral” diartikan sebagai keadaan baik dan buruk yang diterima secara umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti dan susila. Moral juga berarti kondisi mental yang terungkap dalam bentuk perbuatan. Selain itu moral berarti sebagai ajaran Kesusilaan.[26] Kata morla sendiri berasal dari bahasa Latin “mores” yang berarti tata cara dalam kehidupan, adat istiadat dan kebiasaan.[27]
Dengan demikian pengertian moral dapat dipahami dengan mengklasifikasikannya sebagai berikut :
1. Moral sebagai ajaran kesusilaan, berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan tuntutan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik dan meningalkan perbuatan jelekyang bertentangan dengan ketentuan yang berlaku dalam suatu masyarakat.
2. Moral sebagai aturan, berarti ketentuan yang digunakan oleh masyarakat untuk menilai perbuatan seseorang apakah termasuk baik atau sebaliknya buruk.
3. Moral sebagai gejala kejiwaan yang timbul dalam bentuk perbuatan, seperti berani, jujur, sabar, gairah dan sebagainya.
Dalam terminology Islam, pengertian moral dapat disamakan dengan pengertian “akhlak” dan dalam bahasa Indonesia moral dan akhlak maksudnya sama dengan budi pekerti atau kesusilaan.[28]
Kata akhlak berasal dari kata khalaqa (bahasa Arab) yang berarti perangai, tabi’at dan adat istiadat. Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai suatu perangai (watak/tabi’at) yang menetap dalam jiwa seseorang dan merupakan sumber timbulnya perbuatan-perbuatan tertentu dari dirinya secara mudah dan ringan tanpa dipikirkan atau direncanakan sebelumnya.[29]
Pengertian akhlak seperti ini hamper sama dengan yang dikatakan oleh Ibn Maskawih. Akhlak menurutnya adalah suatu keadaan jiwa yang menyebabkan timbulnya perbuatan tanpa melalui pertimbangan dan dipikirkan secara mendalam.[30] Apabila dari perangai tersebut timbul perbuatan baik, maka perbuatan demikian disebut akhlak baik. Demikian sebaliknya, jika perbuatan yang ditimbulkannya perbuatan buruk, maka disebut akhlak jelek.
Pendapat lain yang menguatkan persamaan arti moral dan akhlak adalah pendapat Muslim Nurdin yang mengatakan bahwa akhlak adalah seperangkat nilai yang dijadikan tolok ukur untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan atau suatu sistem nilai yang mengatur pola sikap dan tindakan manusia.[31]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tidak ada perbedaan yang mendasar antara akhlak dan moral. Keduanya bisa dikatakan sama, kendatipun tidak dipungkiri ada sebagian pemikir yang tidak sependapat dengan mempersamakan kedua istilah tersebut.
D. Perubahan Moralitas dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya
Setiap manusia dalam hidupnya pasti mengalami perubahan atau perkembangan, baik perubahan yang bersifat nyata atau yang menyangkut perubahan fisik, maupun perubahan yang bersifat abstrak atau perubahan yang berhubungan dengan aspek psikologis. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari dalam manusia (internal) atau yang berasal dari luar (eksternal). Faktor-faktor itulah yang akan menentukan apakah proses perubahan manusia mengarah pada hal-hal yang bersifat positif atau sebaliknya mengarah pada perubahan yang bersifat negative.
Kaitannya dengan pembentukan moral, maka membicarakan proses pembentukan moral, tidak lain membicarakan salah satu aspek dari aspek perubahan atau perkembangan manusia. Tentu dalam pembentukan moral ada faktor-faktor yang mempengaruhi seperti halnya perubahan manusia pada umumnya.
Menurut beberapa ahli pendidikan, perubahan manusia atau yang lebih spesifik mengenai pembentukan moral dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Namun, mereka berbeda pendapat dalam hal faktor mana yang paling dominant mempengaruhi proses perubahan tersebut. Perbedaan tersebut diakibatkan karena berbedanya sudut pandang atau pendekatan yang digunakan oleh masing-masing tokoh.
Dalam beberapa literature pendidikan terdapat aliran-aliran yang biasa digunakan oleh beberapa ahli pendidikan sebagai suatu pendekatan dalam menilai faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan atau perkembangan manusia. Aliran-aliran tersebut adalah :
1. Aliran Nativisme
Nativisme adalah suatu doktrin filosofis yang berpengaruh besar dalam pemikiran psikologis. Tokoh utamanya Arthur Schopenhaur (1788-1860) seorang filosuf berkebangsaan Jerman.[32] Aliran ini berpandangan bahwa yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah faktor keturunan dan pembawaan atau sifat-sifat yang dibawanya sejak lahir. Pendidikan dan pengalaman hidup lainnya tidak dapat mengubah sifat-sifat keturunan/pembawaaan manusia.
Usaha-usaha mendidik dalam pandangan aliran ini merupakan usaha yang sia-sia. Karena pandangan pesimis ini, maka aliran ini dalam dunia pendidikan disebut “Pesimesme pedagogis.”[33]
Secara singkat keturunan diartikan semua sifat-sifat atau cirri-ciri yang melekat pada seorang anak yang merupakan regenerasi dari orang tuanya.[34] Sedangkan pembawaan adalah seluruh kemungkinan atau potensi-potensi yang terdapat pada seseorang yang selama perkembangannya bisa direalisasikan atau pengertian ini bisa disamakan dengan bakat (anleg).[35]
Perbedaan pengertian antara keturunan dan pembawaan sebenarnya bukan masalah substansial, karena banyak pemikir cenderung tidak membedakan arti keduanya.
Omar Muihammad Al-Toumi Al-Syaibani menyebutkan keturunan/pembawaan sebagai cirri dan sifat-sifat yang diwarisi dari orang tuanya. Sifat-sifat tersebut dibagi tiga macam.
1. Sifat-sifat tubuh (Jasmani), seperti warna kulit, warna mata, ukuran tubuh, bentuk kepala, wajah, rambat dan lain-lain.
2. Sifat-sifat akal, seperti cerdas, pandai, bebal, bodoh dan lain-lain.
3. Sifat-sifat akhlak atau moral, seperti prilaku baik, prilaku jahat, pemberani, pemarah, pemaaf, penyabar, penolong, beriman dan bertaqwa, dan lain-lain.
Pengaruh faktor keturunan terhadap pembentukan manusia sampai saat menjadi polemic. Ada yang setuju ada yang tidak setuju dan ada pula yang netral. Mereka mengakui tentang pengaruh faktor keturunan terhadap aspek jasmani (tubuh/badan) manusia dan akalnya. Tetapi mereka tidak menerima faktor keturunan dapat mempengaruhi sifat akhlak (moral) dan kebiasaan sosial.[36]
Dalam hal ini bisa dikatakan bahwa keturunan banyak mempengaruhi pertumbuhan manusia dalam aspek jasmani dan kualitas akal. Namun, terhadap akhlak dan prilaku sosial manusia, kemungkinannyaa sangat kecil.
Tidak adanya ruang bagi pendidikan untuk mempengaruhi perubahan manusia karena aliran ini berkeyakinan bahwa satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi hanya faktor pembawaan atau faktor keturunan.
Hampir sama dengan aliran nativsime adalah aliran naturalisme. Nature artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Aliran ini berpendapat bahwa pada dasarnya semua anak (manusia) adalah baik. Meskipun aliran ini percaya dengan kebaikan awal manusia, aliran ini tidak menafikan peranan dan pengaruh lingkungan atau pendidikan. Pendidikkan yang baik akan mengantarkan terciptanya manusia yang baik. Sebaliknya pendidikan dan lingkungan yang jelek akan berakibat manusia menadi jelek juga.
J. Rooseau sebagai tokoh aliran ini mengatakan, “semua anak adalah baik pada dilahirkan, tetapi menjadi rusak di tangan manusia”. Oleh karena itu dia mengajukan pendapat agar pendidikan anak menggunakan sistem “pendidikan alam”. Artinya anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan berkembang menurut alamnya. Manusia dan masyarakat jangan terlalu ikut mencampurinya.[37]
Dalam konteks pembentukan moral siswa, maka menurut aliran nativisme, moral seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri sesuai dengan sifat-sifat pembawaan yang ada sejak manusia lahir, dan pendidikan tidak mempunyai peran dalam membentuk moral siswa.
1. Aliran Emperisme
Aliran emperisme berlawanan dengan aliran nativisme. Kalau dalam nativisme pembawaan atau keturunan menjadi faktor penentu yang mempengaruhi perkembangan manusia, maka dalam emperisme yang mempengaruhi perkembangan manusia adalah lingkungan dan pengalaman pendidikannya.
Tokoh utama aliran ini adalah Jhon Locke (1632-1704) dengan gagasan awalnya mendirikan “The school of british empiricism” (aliran emperisme Inggris). Sekalilpun aliran ini bermarkas di Inggris tetapi pengaruhnya sampai ke Amerika Serikat sehingga melahirkan aliran “environmental psychology” (Psikologi lingkungan, 1988).[38]
Lingkungan menurut Zakiyah Daradjat dalam arti yang luas mencakup iklim dan geografis, tempat tinggal, adat istiadat, pengetahuan, pendidikan dan alam. Dengan kata lain lingkungan adalah segala sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan yang senantiasa berkembang. Ia adalah seluruh yang ada, baik manusia atau benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak, kejadian-kejadian atau hal-hal yang mempunyai hubungan dengan manusia. Sejauh manakah manusia berinteraksi dengan lingkungan, sejauh itulah terbuka peluang masuknya pengaruh pendidikan kepadanya.[39]
Sartain (Seorang ahli psikologi Amerika) menyebutkan bahwa yang dimaksud lingkungan adalah semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi tingkah laku, pertumbuhan dan perkembangan manusia. Kemudian dia membagi lingkungan menjadi tiga bagian; lingkungan alam/luar (external environment), lingkungan dalam (internal environment) dan lingkungan sosial (social environment).[40]
1. Lingkungan luar adalah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini dan bukan manusia seperti, tumbuh-tumbuhan, hewan, iklim, air dan sebagainya.
2. Lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang ada dalam diri manusia dan mempengaruhi pertumbuhan fisiknya.
3. Lingkungan sosial adalah semua orang atau orang lain yang mempengaruhi manusia baik secara langsung atau tidak langsung.
Dari ketiga pembagian lingkungan di atas, maka lingkungan sosiallah yang mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan moral seseorang.
Aliran ini juga mendapat dukungan dari kaum behavioris, salah satu tokoh tulen behavioris Waston berkata : “Berilah saya sejumlah anak yang baik keadaan badannya dan situasi yang saya butuhkan, dan dari setiap orang anak, entah yang mana dapat saya jadikan dokter, seorang pedagang, seorang ahli hokum, atau jika memang dikehendaki, menjadi seorang pengemis atau seorang pencuri”.[41]
Secara eksplisit aliran emperisme menekankan betapa peran lingkungan dan pengalaman pendidikan sangat besar dalam mengubah atau mengembangkan manusia dan setiap anak bisa dibentuk sesuai dengan kepentingan dan arahan lingkungan. Pendapat kaum emperis yang optimis ini, di dalam dunia pendidikan dikenal dengan “optimisme pedagogis”.
Doktrin mendasar yang masyhur dalam aliran emperisme adalah teori “tabula rasa”, sebuah istilah latin yang berarti batu tulis kosong atau lembaran kosong (blank slate/blank tablet). Doktrin tabula rasa menekankan arti penting pengalaman, lingkungan dan pendidikan. Dalam arti perkembangan manusia tergantung pada lingkungan dan pengalaman pendidikannya, sedangkan bakat dan pembawaan sejak lahir dianggap tidak ada pengaruhnya.[42]
Dalam hal ini, para penganut emperisme menganggap setiap anak lahir seperti tabula rasa, dalam keadaan kosong, tak punya kemampuan dan bakat apa-apa. Hendak menjadi apa anak kelak tergantung pada pengalaman/lingkungan yang mendidiknya.
Nabi Muhammad SAW : bersabda :
“Semua anak dilahirkan dalam keadaan suci, ibu dan bapaknya yang akan menentukan apakah anak tersebut akan menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi” (HR. Bukhari).[43]
Sukar untuk tidak menyakini bahwa lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses pembentukan manusia. Lingkungan akan menentukan prilaku dan moral manusia. Seorang anak yang tinggal dalam kondisi sosial masyarakat yang tidak teratur, kemampuan ekonomi di bawah rata-rata, lingkungan alam yang kumuh tanpa fasilitas-fasilitas umum yang memadai seperti sarana ibadah, sarana olah raga dan lain-lain, kondisi seperti itu akan menyuburkan pertumbuhan anak-anak nakal dan kurang bermoral. Untuk anak yang hidup dalam lingkungan ini, maka tidak cukup alasan untuk tidak menjadi brutal, apalagi jika orang tuanya kurang peduli dengan perkembangan anaknya.
Bagi aliran ini, pembentukan moral dan prilaku manusia akan sangat tergantung pada kondisi lingkungannya. Lingkungan yang baik (bermoral) tempat di mana anak-anak melakukan interaksi akan terpengaruh pada terciptana anak-anak yang berprilaku dan bermoral baik. Demikian pula lingkungan yang tidak baik akan menciptakan anak-anak yang bermoral tidak baik.
1. Aliran Konvergensi
Munculnya aliran konvergensi merupakan respon terhadap pertentangan antara dua aliran ekstrim nativisme dan emperisme. Konvergensi berusaha untuk mengkompromikan arti penting aspek keturunan pada satu sisi dan aspek lingkungan di sisi yang lain sebagai faktor yang mempengaruhi perkembangan manusia. Tokoh aliran ini, Louis William Sterm, seorang psikolog Jerman (1871-1938).
Dalam menetapkan faktor yang mempengaruhi manusia, aliran ini tidak hanya berpegang pada lingkungan, pengalaman/pendidikan saja, tetapi juga mempercayai faktor keturunan. Konvergensi memposisikan pembawaan dan lingkungan dalam posisi yang sama-sama penting. Pembawaan tidak mempunyai arti apa-apa terhadap perkembangan manusia jika tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang memadai. Demikian pula lingkungan dan pengalaman tanpa adanya bakat pembawaan tidak akan mampu mengembangkan manusia sesuai dengan harapan. Bagi aliran konvengensi, keturunan dan lingkungan sama-sama mempunyai peran dan andil dalam perkembangan manusia.
Tentang pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap perkembangan manusia, Omar al-Toumy al-Syabany menegaskan :
Kita menyakini bahwa manusia (insane) dengan seluruh perwatakannya (karakter) dan pertumbuhannya adalah pencapaian dan faktor; yaitu warisan dan lingkungan. Dan faktor ini mempengaruhi manusia dan berinteraksi dengannya sejak hari pertama ia menjdi embrio hingga hayat. Oleh karena kuat dan bercampur aduknya peranan kedua faktor ini, maka sukar sekali untuk menunjukkan perkembangan tubuh atau tingkah laku (moralitas) secara pasti kepada salah satu dari dua faktor.[44]
Keterkaitan peran antara keturunan dan lingkungan dapat diumpamakan dengan menyemai benih tanaman yang bagus, jika ingin menghasilkan tanaman yang bagus, maka harus disemai di lahan yang subur. Seandainya benih tersebut disemai di tanah yang tidak cocok atau tandus, maka hasilnya tidak akan sesuai harapan. Demikian pula sebaliknya sesubur apapun tanahnya, jika benih yang ditanam tidak bagus maka hasilnya pun tentu kurang bagus.
Dalam hal ini yang berbeda mungkin tingkat dominasi tingkat pengaruh keturunan dan lingkungan terhadap pertumbuhan manusia. Pengaruh kedua faktor ini juga berbeda melihat umur dan fase pertumbuhan yang dilalui. Faktor keturunan umumnya lebih kuat pengaruhnya pada tingkat bayi. Faktor keturunan berkembang sebelum terjadinya interaksi sosial serta adanya pengalaman-pengalaman baru. Sebaliknya faktor lingkungan lebih besar pengaruhnya apabila manusia meningkat dewasa. Karena waktu itu ruang gerak untuk melakukan interaksi dengan lingkungan sosial dan pengalaman-pengalaman hidup semakin luas terbuka.
Dengan adanya berbagai pandangan tentang perubahan moralitas, penulis cenderung sepakat dengan pandangan yang terakhir (aliran konvergensi), karena dalam keyakinan penulis antara faktor pembawaan dan faktor lingkungan (pendidikan) sama-sama mempunyai peran dalam membentuk moralitas seseorang.
Al-Ghazali mengatakan, dalam diri manusia memang ada potensi-potensi yang mengarahkan manusia untuk berbuat jahat, seperti sifat syahwah (ambisi) dan ghadlob (emosi). Tetapi potensi jahat itu bisa diredam dengan cara melakukan perlawanan terhadapnya (mujahadah) dan melalui proses latihan yang diterima secara terus menerus (riyadlah).[45]
Secara alami manusia dalam dirinya mempunyai potensi karakter yang berkecenderungan baik dan buruk, tetapi dengan pendidikan atau melalui nasehat-nasehat yang mulia cepat atau lambat karakter tersebut pasti mengalami perubahan. Manusia yang secara alami buruk bisa berubah menjadi baik melalui pendidikan atau pergaulan dengan orang-orang yang baik dan shaleh. Ibnu maskawih kemudian mengutip perkataan Aristoteles dalam Book on ethie dan book on categories, bahwa orang yang buruk akan menjadi baik melalui pendidikan.[46]
E. Tingkat Akseptabilitas Perubahan Moralitas
Disadari bahwa karakter (akhlak/moral) manusia bersifat fleksibel atau luwes serta bisa diubah atau dibentuk. Moralitas manusia suatu saat bisa baik tetapi pada saat yang lain sebaliknya menjadi jahat. Perubahan ini tergantung bagaimana proses interaksi antara potensi dan sifat alami yang dimiliki manusia dengan kndisi lingkungannya sosial budaya, pendidikan dan alam.
Tingkat akseptabilitas atau penerimaan manusia terhadap proses peruahan moral juga berbeda. Hal ini karena kondisi moralitas masing-masing pada saat akan diubah atau dibentuk juga berbeda. Manusia dengan tingkat kerusakan moralnya yang sudah parah atau sudah menginternal, akan berbeda tingkat kesulitannya dalam mengubahnya bila dibandingkan dengan kondisi moralitas yang tidak terlalu rusak.
Di samping itu faktor pembawaan (tabi’at) yang diwarisi sejak manusia lahir juga menentukan tingkat penerimaan dalam perubahan moral. Perbedaan penerimaan perubahan ini dapat kita saksikan khususnya pada anak-anak. Anak-anak biasanya tidak menutup-nutupi dengan sengaja dan sadar karakter yang dimilikinya. Kita dapat menyaksikan bagaimana tingkat penerimaan mereka terhadap perbaikan karakter, Ada sebagian anak yang dengan mudah menerima proses perubahan atau perbaikan tetapi sering kita saksikan pula banyak anak yang enggan menerima perbaikan karakter itu. Sikap mereka ada yang keras dan ada yang malu-malu”[47]
Terhadap perbedaan tingkat penerimaan perbaikan moral/akhlak, al-Ghazali membagi manusia dalam bebeapa kelompok kriteria :
1. Seorang yang sepenuhnya lugu atau polos yang tidak mampu membedakan antara yang hak dan yang bathil atau antara yang baik dan yang buruk, tetap dalam keadaan fitrah seperti ketika dilahirkan, dan dalam keadan kosong dari segala kepercayaan. Demikian pula ambisinya belum begitu kuat untuk mendorongnya mengikuti berbagai kesenangan hidup manusiwi. Orang seperti ini sangat cepat dalam proses perbaikan moralnya. Orang seperti ini hanya membutuhkan pembimbing untuk melakukan mujahadah. Orang seperti ini akan mengalami perbaikan moral dengan cepat.
2. Orang secara pasti telah mengetahui sesuatu yang buruk tetapi ia belum terbiasa mengerjakan perbuatan baik bahkan ia cenderung mengikuti hawa nafsunya melakukan perbuatan-perbuatan buruk dari pada mengikuti pertimbangan akal sehat untuk melakukan perbuatan baik. Perbaikan moral/akhlak seperti ini tentu tingkat kesukarannya melebihi dari tipe orang sebelumnya. Sebab usaha yang harus dilakukan bersifat ganda, selain mencabut akar-akar kebiasaan buruknya, orang tersebut secara seius dan konsisten melakukan latihan-latihan untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik. Jika hal ini dilakukan sungguh-sungguh, maka perbaikan moral akan terlaksana.
3. Orang yang berkeyakinan bahwa perangai-perangai buruk merupakan sesuatu yang wajib dilakukan dan perbuatan itu dianggap aik dan menguntungkan. Orang tersebut tumbuh dengan keyakinan seperti itu. Terhadap kriteria orang seperti ini, maka sungguh merupakan usaha yang sangat berat dan jarang sekali yang berhasil memperbaikinya. Karena terlalu banyak penyebab kesesatan jiwanya.
4. Seseorang yang diliputi pikiran-pikiran buru, seiring dengan pertumbuhan dirinya, dan terdidik dalam pengalaman (lingkungan) yang buruk. Sehingga ketinggian derajatnya diukur dengan seberapa banyak perbuatan-perbuatan jahat yang ia lakukan dan bahkan dengan banyaknya jiwa-jiwa manusia yang ia korbankan. Orang seperti ini berada dalam tingkatan orang yang paling sulit.untuk diobat. Usaha memperbaiki moralitas orang ini bisa dikatakan sebuah usaha yang sia-sia.[48]
Klasifikasi kriteria moralitas manusia yang disebutkan di atas, mungkin terjadi dalam realitas kehidupan siswa. Dan itu menjadi bahan pertimbangan bagi seluruh tenaga pendidik di Pondok Pesantren Global Darul Hidayah.
________________________________________
[1] Tim Penyusunan Kamus Pusat dan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1994), h. 42
[2] Ki Hajar Dewantara, Masalah Kebudayaan : Kenang-kenangan Promosi Doctor Honoris Causa, (Yogyakarta, 1967) h. 42
[3] M. Natsir, Capita Selecta, (Bandung : Gravenhage, 1954), h. 87
[4] A.D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Alma’arif, 1980), cet ke-4, h. 19
[5] Jamil Sahliba, Kamus Filsafat, (Dar al-Kitab al-Lubnani, 1978), Jilid I, h 260.
[6] Departemen Agama RI, Op.Cit, h. 428
[7] Abdul Fatah Jalal, Azas-azas Pendidikan Islam, (Bandung iponegoro, 1988), cet. Ke-1, h. 28-29
[8] Departemen Agama RI, Op.Cit h. 413
[9] Muclich Shabir, Op. cit, h. 89
[10] Ibid h. 62
[11] Yusuf al-Qurdlowi, Op.Cit, h. 39
[12] Hasan Langgulung, Bebeapa Pemikiran tentang Pendidikan Islam, (Bandung : al-Ma’arif, 1980), h. 94
[13] Endang Saefuddin Anshori, POkok-pokok Pikiran Tentang Islam, (Jakarta : Usaha Interprises, 1976), cet ke-1 h. 85
[14] Drs. Hary Noer Aly, MA., Op.Cit, h. 52-54
[15] Ahmad D. Marimba, Op.Cit, h. 45-46.
[16] Hasan Langgulung, Op.Cit, h. 178
[17] Omar M. al-Toumy al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), cet Ke-1 h. 403
[18] Ahmad Tafsir, Op.Cit, h. 34
[19] Ahmad D. Mariba, Op.Cit h. 19
[20] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan, (Jakarta : Pustaka al-Husna, 1968), Cet. Ke-1 h. 33
[21] M. Athiyah al-Abrasy, Op.Cit, h. 15
[22] Mushlih Shabir, Op.Cit h. 124
[23] Ali Ashraf, Horizon Baru Pendidikan Islam, (Jakarta : Pustaka Firdaus, 1993), Cet. Ke-3 h. 2
[24] M. Quthub, Sistem Pendidikan Islam, (Bandung : PT. Al-Ma’arif, 1984), Cet, Ke-1 h. 27
[25] Omar M al-Toumy, al-Syabany, Op.Cit, h. 399
[26] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op. Cit, h. 192
[27] Singgih Gunarsa, Psikologi Perkembangan, (Jakarta : PT : BPK Gunung Mulia, 1999) Cet : Ke-12, h. 38
[28] Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Op.Cit, h. 195
[29] Al-Ghazali, Mengobati Penyakit Hati Membentuk Akhlak Mulia, (Bandung : Kharisma, 1994) Cet. Ke-1, h 31
[30] Ibn Miskawaih, Menuju Kesempurnaan Akhlak, (Bandung : Mizan, 1994) Cet Ke-2, h. 56
[31] Muslim Nurdin, et.al., Moral Islam dan Kognisi Islam, (Bandung : CV. Alabeta, 1993) Cet. Ke-1, h. 205
[32] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1995) Cet ke-1, h. 42-43
[33] M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 1988) Cet. Ke-11, h. 59
[34] Ibid, h. 64
[35] Ibid h. 66
[36] Omar M. al-Toumy al-Syabany, Op.Cit, h. 138-139
[37] Ibid, h. 138
[38] Ngalim Purwanto, Op.Cit, h. 59
[39] Muhibbin Syah, Op.Cit, h. 43
[40] Zakiyah Deraradjat, et al Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. Ke-2, h 63-64.
[41] Ngalim Purwanto, Op.Cit, h. 72-73
[42] Ibid h. 59
[43] Muslich Shabir, Op.Cit h. 261
[44] Muhibbin Syah, Op.Cit, h. 44
[45] Al-Syaibany, Op.Cit h. 136
[46] Al-Ghazali, OP.Cit, h. 41-42
[47] Ibn Miskawaih, Op.Cit, h. 57-58
[48] Al-Ghazali, Op.Cit, h. 41-43
Jumat, 08 Oktober 2010
RUMUS PENGENTASAN KEMISKINAN EKONOMI RUMAH TANGGA
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillahhirrabbil ‘alamin penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat taufik dan hidayatnya sehingga tulisan ini dapat terwujud. Salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan bagi manusia terutama dalam melakukan perubahan besar dalam hidup ini.
Tulisan ini hadir di hadapan pembaca sebagai wujud keprihatinan penulis atas kemiskinan yang diderita oleh sebagian masyarakat Indonesia. Penulis ingin membagi ilmu dan pengalaman yang sedikit yang dimiliki oleh penulis. Pengalaman penulis dan masyarakat yang dibina sama penulis mungkin patut dijadikan model dalam mengatasi kemiskinan ekonomi rumah tangga yang ada di bangsa ini.
Penulis telah menciptakan rumus dalam mengembangkan ekonomi rumah tangga tersebut. Rumus itu yakni K = M + 3 G ( Kaya = Miskin di Entaskan dengan Gelora Gemar beribadah, Gemar berusaha dan Gemar beramal ). Rumus ini telah terbukti ampuh dalam mengatasi kemiskinan ekonomi rumah tangga. Oleh karena konsep ini bisa juga dicoba di tempat lain, karena masyarakat Indonesia memiliki karakteristik yang hampir sama.
Akhirnya semoga tulisan yang sederhana ini bermanfaat pada semua pihak, dan kepada Allah-lah semua urusan kita kembalikan.
Penulis,
Abdillah M.Saleh, S.Pd
- LATAR BELAKANG
Timbulnya niat penulis untuk mencari rumus penuntasan kemiskinan ini karena di dorong oleh keterpanggilan jiwa penulis yang telah merasakan penderitaan yang luarbiasa dan bahkan kelurga penulis bukan saja kemiskinan biasa, malah yang merasakan yang namannya busung lapar. Disamping itu, para tetangga dan masyarakat sekitar penulis merasakan hal yang sama.
Keterpurukan akibat kemiskinan itu sejak dulu sampai sekarang belum ada rumus yang tepat untuk menuntaskannya. Keterpurukan nasib masyarakat itu tentu saja akan mempengaruhi nasib generasi muda ke depan, mengingat pentingnnya penyelamatan nasib masyarakat itu penulis tidak henti-hentinya untuk mencari cara menerobos benteng kemiskinan yang membelunggu rumah-rumah tangga di sekitar penulis khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Alhamdulillah dalam kurung waktu selama 22 tahun yaitu sejak juli 1987-juli 2009 penulis telah mendapatkan satu kesimpulan rumus mengentas kemiskinan dari hasil pengamatan, wawancara dan hasil diskusi penulis dengan banyak orang serta kemiskinan yang dirasakan penulis dengan keluarga dan tetangga-tetangga penulis, maka rumus untuk menuntaskan kemiskinan itu yaitu K = M + 3 G ( Kaya = Miskin di Entaskan dengan Gelora Gemar beribadah, Gemar berusaha dan Gemar beramal ). Ketiganya ini akan dibahas lebih lanjut dalam tulisan ini.
- TIGA KUNCI UTAMA MENGENTAS KEMISKINAN EKONOMI
( GEMAR BERIBADAH, GEMAR BERUSAHA DAN GEMAR BERAMAL)
- GEMAR BERIBADAH
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang taat perintah agama terbukti dengan menjamurnya rumah-rumah ibadah yang terbesar diseluruh pelosok tanah Air. Sebagai wujud dari pasal 29 Ayat 1 dan 2 UUD 1945.
Salah satu agama yang ada di Indonesia adalah Agama Islam. Islam sebagai agama yang dianut oleh kebanyakan masyarakat Indonesia mendororng kepada umatnya agar senantiasa berbuat yang terbaik di dalam hidupnya. Hal ini akan dirasakan apabila ajaran Islam dipahami dan diamalkan dengan baik dan benar dalam kehidupan kita sehari-hari. Penulis merasakan sendiri ketika Islam difahami dengan baik kemudian diamalkan dengan benar, maka akan mendorong kita untuk senantiasa berbuat yang terbaik, utamanya ajaran shalat. Ketika ibadah shalat dikerjakan dengan sungguh-sungguh ikhlas, maka akan mendororng kita utuk tetap semangat berbuat yang terbaik dalam hidup ini.
Jika kita mempelajari, memahami dan mengamalkan ajaran Al-qur’an, maka hal ini akan memperkuat semangat yang ada untuk senantiasa berbuat yang terbaik dalam hidup ini, banyak ayat-ayat Al-qur’an yang mendorong untuk senantiasa bekerja demi kehidupan yang lebih baik, diantaranya:
- Beribadah secara khusus 5 kali sehari semalam merupakan kunci utama. Dan merupakan kebutuhan utama di samping ibadah sunat yang lainnya.
- Aku utus manusia di muka bumi ini sebagai khalifah. Untuk mengaturnya
- Allah tidak merubah Nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya
- Dimana kesulitan ( kesusahan) akan senantiasa di apit oleh dua kemudahan
- Setelah selesai mengerjakan urusan yang satu maka segeralah menyelesaikan urusan yang lain.
- Bertebaranlah di muka bumi ini untuk mencari rezeki Allah.
- Telah dipaparkan dalam koran jerat, Teropong NTB dan Duta Bangsa.
Ternyata dengan mengamalkan ajaran shalat secara sungguh-sungguh, ikhlas dan mempelajari Al-Qur’an serta mengamalkannya, maka akan membangkitkan semangat kita untuk melakukan perubahan yang besar demi kehidupan kita yang lebih baik, baik di dunia maupun di akhirat.
- GEMAR BERUSAHA
Dalam rangka mengentas kemiskinan rumah tangga penulis melaksanakan penelitian di rumah tangga penulis sendiri, dan beberapa rumah tangga lain sebagai pemodel dari kelurga miskin dan akan sedikit meningkat menjadi keluarga pra sejahtera.
Beberapat usaha yang mengentas kemiskinan yaitu:
a). Gemar berusaha menuntut ilmu.
Dulu sejak Juli 1987 penulis telah tamat SPGN Bima dan bertekat untuk membangkitkan semangat keluarga untuk siap mengurus adik-adik dan kelurga dengan segala upaya. Pada saat itu penulis mengadakan musyawarah/ rapat dengan seluruh keluarga inti ( Bapak/Ibu Kakak dan Adik).
Dalam forum sederhana tersebut peneliti mengungkapkan tekat, bahwa sebelum ada minimal satu orang sarjana di keluarga inti kita ini, saya tidak akan pernah berhenti berjuang untuk keluarga dengan urutan peristiwa keberhasilan sbb:
- Pada Maret 1988 saya di angkat menjadi CPNS GURU SD, maka semakin menguatkan perjuangan keluarga penulis mewujudkan impian tersebut.Di samping untuk membiayai sekolah adik-adik juga sedikit untuk kepentingan keluarga, jika terkadang ongkos sekolah dan biaya lain agak berat maka penulis meminta uluran tangan kakak-kakak untuk bergotong royong lewat apa saja, tetapi yang biasa di laksanakan hanya buruh tani
- Pada Juni 1992, salah satu adik saya meraih gelar sarjana (sarjana terbaik II) di IAIN Ujung Pandang pada Fakultas dakwah dan berperan sebagai asisten dosen namun sebelumnya dia pernah menjadi pesuruh harian kampus dan di samping berjuag untuk kuliah, dan mulailah pada saat tersebut semua adik-adik penulis yang telah tamat SMA dapat di utus ke ujung pandang untuk melanjutkan studi di perguruan tinggi, ini semakin menguatkan perjuangan tersebut.
- Pada Mei 1995, adik penulis ( Drs. Adam Saleh ) di angkat menjadi Dosen di sebuah Perguruan Tinggi Islam Negeri di Palu sampai sekarang (2009). Insya Allah yang bersangkutan tahun 2010 akan meraih gelar Doktor ( Drs. Adam saleh, M. Pd, M. Si )
- Berkat rahmat Allah tersebut keluarga inti penulis pada saat ini telah meraih 6 orang sarjana dan diantaranya * 3 orang PNS dan 3 orang tenaga honor guru
- 1 orang kandidat Doktor.
- 2 orang calon magister ( Kuliah sedang berjalan )
- 3 orang sarjana (SI).
- Pada saat ini yang telah melanjutkan studi anak - anak dari keluarga inti tersebut sebanyak 6 orang ke berbagai perguruan tinggi di ujung pandang, Mataram dan perguruan tinggi di Bima.
- Insya Allah pada Tahun depan ( 2010) akan mulai bisa membantu keluarga luas (anak-anak sepupuh dekat).
- Foto dan data lengkap akan di sertakan.
- penulis berkeyakinan apabila negara mempunyai program untuk menyekolahkan anak-anak kaum duafah secara gratis mulai dari PAUD /TK sampai keperguruan tinggi pada lembaga pendidikan yang standar maka Insya Allah anak-anak kaum duafah dari lulusan tersebut akan dapat menerangi kemiskinan yang ada pada keluarganya sendiri seperti yang telah dilaksanakan oleh penulis (segala sesuatu menjadi tanggungan Negara termasuk kebutuhanya sehari-hari secara teratur). Penulis merasa cukup kuat data sangat akurat tentang memerangi kemiskinan Ekonomi Rumah tangga untuk keluarga intinya dan tidak ada keraguan sedikitpun tentang hal itu dengan rumus kelipatan 2, dengan alur rumus tersebut sbb :
Rumus : 1 Membawahi 2 (titik aman 1)
2 Membawahi 4 (titik aman 2)
4 Membawahi 8 (titik aman 3)
8 Membawahi 16 (titik aman 4) dan seterusnya
Pada saat ini sudah memasuki pada titik aman ke 4
Dan pada saat titik aman ke 4 ini keluarga tersebut Insya Allah pada tahun 2010 mendatang akan siap merekrut para keluarga luas untuk sekedar biaya lanjut keperguruan tinggi. Dengan cara tersebut penulis punya pandangan bahwa kemiskinan rumah tangga dapat diperangi, apabila rumah tangga dapat melaksanakan hal tersebut maka akan terwujud masyarakat yang sejahtera.
b). Bekerja dan Berorganisasi
Dalam memenuhi hajat penelitian untuk masyarakat dan Bangsa, maka penulis sangat berharap kiranya ada sebuah wahana atau lembaga yang dapat menampung ide dan semangat untuk membangun masyarakat dan Bangsa ini.
penulis sejak di angkat menjadi CPNS. Sebagai guru, punya peluang untuk bisa membantu masyarakat, dengan berbagai peranan antara lain:
- Pada Mei 1992 membentuk organisasi pemuda karang taruna Desa Kuta Kec. Monta Kab. Bima dan bertindak sebagai Ketua karang taruna Sera Fupu Desa Kuta Kec. Monta Kab. Bima
Dalam kurung waktu 1,5 Tahun telah mampu menata desa tersebut bersama, kepala desa dan masyarakat menjadi juara I lomba desa tingkat Kabupaten Bima dan meraih juara harapan I untuk lomba desa tingkat Propinsi Nusa Tenggara Barat.
- Pada Maret 1994 membentuk kelompok capir Desa Parado Rato Kecamatan Monta Kabupaten Bima dan berperan sebagai sekertaris umum. bersama kepala desa dan masyarakat membina para petani dan masyarakat untuk meraih kemajuan.
- Pada Agustus 1996 sampai dengan Agustus 2002. selama 6 tahun berperan sebagai sekertaris umum karang taruna ASIRADO Desa Parado Rato Kecamatan Monta Kab. Bima. Bersama Kepala Desa,masyarakat dan pengurus karang taruna memberikan sumbangan tenaga pikiran untuk kepentingan masyarakat sekitar dan bahkan di desa-desa lain dalam membina kepemudaan.
- Ide dan kemampuan yang belum begitu dapat di salurkan secara maksimal maka peneliti mencari bentuk lain untuk mewujudkan impian dan tekat tersebut dalam memajukan masyasarakat dan Bangsa maka pada Mei 2000. peneliti bersama penilik Diknas Kecamatan Monta dan tokoh-tokoh masyarakat membentuk wadah pembelajaran masyarakat yang disebut PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT ( PKBM) PANTAI WANE yang berlokasi di Desa Parado Rato Kecamatan Monta.
Penulis bertindak sebagai ketua PKBM Pantai Wane Mei 2000 sampai dengan sekarang (2009)
Dengan bermodal kepercayaan Masyarakat penulis melaksanakan program yang sangat terbatas pada lokasi kegiatan pinjaman Gedung SMP Muhammadiyah Parado sejak 17 Mei 2000 sampai dengan 12 Agustus-2008. dengan meniti beratkan kemampuan warga belajar pada keterampilan hidup.
- Ide dan kemampuanpun juga belum dapat di terapkan secara maksimal karena memang penulis menghendaki bahwa lembaga yang berjuang untuk memerangi kemiskinan tersebut,di samping harus berbadan hukum dan punya ijin operasional juga harus serba standar di antaranya :
a. Kinerja pengurus dan karyawan minimal harus 7 sampai 10 Jam kerja (sejak 07.00 - 17.00)
- Fasilitas gedung dan peralatan lain harus punya standar pendidikan luar sekolah moderen, berupa:
- Ruang kantor
- Ruang pembelajaran
- Ruang usaha di lengkapi oleh WC dan halaman permainan Anak-anak PAUD.
- Barang liffe skills warga belajar harus punya kreasi baru, tahan lama serta berukuran standar menurut selera pasar.
- Pada September 2007 penulis selaku ketua PKBM Pantai Wane mengundang ketua Rt, Kepala Dusun, Kepala Desa, seKecamatan Parado, Seluruh tutor kapala Cabang Dinas P dan K Kec. Parado dan Camat parado untuk bisa rampung dalam menggencarkan program PLS di kecamatan Parado dengan harapan dapat di bangun sebuah gedung yang standar, secara gotong royong. Dan Alhamdulillah membuahkan hasil. Sebagai peneliti yang sangat mendambakan kemajuan merasa sangat termotivasi.
Oleh karenanya penulis bersedia untuk menyumbangkan dan meminjamkan dana lewat pentaruhan gajinya dan berhubungan dengan BANK, dan Alhamdulillah dalam kurung waktu + satu tahun bangunan tersebut telah berdiri dengan ukuran luas 8m X 10 meter . di RT. 03 RW. 01 Desa Parado Rato kec. Parado Kab. Bima Propinsi Nusa Tenggara Barat. Dan telah di pergunakan sejak diresmikan oleh Bapak Bupati Bima pada tanggal 12 Agusrus 2008.
Dengan semangat menggelora penulis sangat berkeyakinan bahwa kemiskinan yang sedang melanda masyarakat dan bangsa ini Insya Allah dapat di perangi dengan pendidikan formal dan pendidikan Non formal /atau informal yang serba standar . Dan penulis meminta diri sebagai pemeran utama baik di tingkat daerah sampai di tingkat Pusat
Karena penulis punya keyakinan yang amat kuat bahwa PKBM sudah menjamur di seluruh pelosok tanah air dan bahkan sudah terbentuk se-ASEAN tinggal diarahkan dan di mantapkan saja dalam menggalang program yang dapat membuktikan semangat masyarakat untuk selalu gemar berusaha apa saja yang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga yang bernilai ekonomis.
Berbagai penelitian yang dilaksanakan oleh penulis di antaranya mengadakan motivasi di rumah tangga-rumah tangga yang telah mengidam kemiskinan.
Penulis punya stategis bahwa semua anggota keluarga rumah tangga melakukan berbagai aktifitas pekerjaan, maka pendapatan rumah tangga akan semakin meningkat.
Kegiatan yang dapat di laksanakan oleh kaum wanita di patenkan berupa: anyaman, pembuatan kerupuk / kripik dan pembuatan Mbohi dungga ( Sambal jeruk Asli Daerah Bima). Dan sekarang sudah menjadi usaha industri rumah tangga di daerah Kabupaten Bima lebih khususnya di Kecamatan Parado,serta usaha tani terpadu.
Kegiatan-kegiatan pertanian terpadu dan usaha industri rumah tangga tersebut di pelopori dan di bina oleh PUSAT KEGIATAN BELAJAR MASYARAKAT ( PKBM) PANTAI WANE KECAMATAN PARADO KABUPATEN BIMA PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT sejak tahu 2001 sampai dengan sekarang .
Beberapa usaha kegiatan belajar tersebut berupa:
- Kegiatan Ibu-ibu rumah tangga dan para petani fokus penelitian sebagai sampel terdiri dari 4 rumah tangga yaitu:
- Ahmad M. Taher / St. Rahma RT.04 RW.01Parado Rato Kec. Parado
- Imran M.Taher / Safia RT.04 RW.01Parado Rato Kec. Parado
- Ahmad M. Nor /Sumarni. RT.04 RW.01Parado Rato Kec. Parado
- Abdurrahman / Sarfiah Rt.07 Desa Kuta Kec.Parado
- Sejak tahun 2001 sampai sekarang ( 2009 ) PKBM telah membina secara berkala dengan sekemampuan lembaga.
Dari empat rumah tangga tersebut menjadi pusat perhatian PKBM Pantai Wane disamping dari sekian warga belajar yang lain yang menjadi binaan lembaga.
c). Memanfaatkan Sumber Daya Alam dan Alam
Beberapa bentuk binaan PKBM Pantai Wane yang telah di programkam berupa:
- Industri Kerajinan Anyaman
Melaksaakan pembelajaran biasa berupa membaca,menulis dan berhitung
Pelatihan anyaman, keripik/kerupuk dan Mbohi Dungga (Sambal jeruk asli Bima). Pihak lembaga telah melakukan kemitraan dengan berbagai istansi. Di antaranya: Dekranasda Kabupaten Bima, Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kabupaten Bima, Dinas Koperasi kabupaten Bima, Dinas BPMPP Kabupaten Bima dan Dinas Pariwisata serta Jaringan perempuan Kabupaten Bima. Kemitraan itu dapat berupa pembinaan dan pelatihan promosi barang, permodalan dan di antaranya yaitu :
- Lembaga PKBM Pantai Wane sejak tahun 2003 mengadakan kemitraan Dengan Dinas perdagangan dan perindustrian dalam hal pembinaan dan palatihan Anyaman dan pada tahun itu juga warga belajar anyaman dimagangkan di lombok tengah sebanyak 4 orang yaitu :
- ST. Salmah Jumadi ( Sudah Pindah Ke Lombok Tahun 2006 )
- Sumarni Ahmad
- ST.Rahmah Usman
- ST.Nurbaya Abubakar ( Almarhumah )
- Lembaga PKBM Pantai Wane mendapat pembinaan dan pelatihan anyaman langgeda ( Ketak ) dan anyaman bambu dari Dinas Perindag Kabupaten Bima periode II dengan nara sumber pelatih tenaga ahli dari Dinas Perindag Propinsi Nusa Tenggara Barat.Pelatihan tersebut di laksanakan di Parado Kabupaten Bima sebanyak 20 Orang pada tahun 2005.
Sejak itulah anyaman yang di minati oleh warga belajar sudah mulai laku di pasaran baik di lingkunagan sendiri (daerah) lewat promosi barang dalam ifen-ifen pameran daerah dan pameran Nasional.
- Lembaga PKBM Pantai Wane mendapat Kemitraan pembinaan dan magang mahir anyaman langgeda ( Ketak ) yang di motori oleh Dinas Koperasi Kabupaten Bima di Bleka Kec.Janapria Kab.Lombok Tengah Propinsi NTB,dengan jumlah peserta 5 Orang yaitu :
- ST.Rahmah Usman
- Sumarni Ahmad
- Safia M.Kasim dan
- Fatmah Arrahman.
- Suhaemn Abdollah
Dari berbagai kreasi anyaman tersebut sudah mendapat berbagai pesanan para konsumen di tingkat Daerah dan di luar Daerah.
Dan pada saat ini anyaman tersebut merupakan kebanggaan Daerah Kabupaten Bima untuk di kembangkan jaringan pemasarannya.
- Lembaga PKBM Pantai Wane berperan baik sebagai tim pembina tehnik tentang anyaman,juga sebagai tim promosi dan pemasar dan membuahkan hasil, terbukti para keluarga miskin tersebut mendapat pinjaman modal dari PKBM Pantai Wane dengan kisar antara Rp. 250.000.00,- - Rp. 500.000.00,- dan ternyata dapat di kembalikan kerajinan anyaman 2 bulan denga cicilan yang sangat lunak sekali, Pembukuan transaksi terkopi/ terlampir, Artinya peningkatan ekonomi rumah tangga, para ibu-ibu rumah tangga binaan PKBM Pantai Wane sangat memberikan andil.
Yang sangat mengembirakan dari hasil kerajinan anyaman dan usaha pertanian para keluarga tersebut sudah dapat menikmati , dari gubuk reok menjadi rumah panggung biasa ( foto keadaan rumah akan di sertakan ).
Keempat rumah tangga tersebut menjadi pusat perhatian penulis dalam mengakurasi data penelitian.
- Industi Kecil Mbohi Dungga (Sambal Asli Khas Bima)
Industri Mbohi dungga tersebut memang telah dapat di minati oleh ibu-ibu rumah tangga akan tetapi masih sangat tradisional dan begitu tidak teratur serta tidak punya nilai pasar hanya sekedar untuk konsumsi sendiri, maka sejak tahun 2002 PKBM Pantai Wane melakukan modifikasi baik dari segi isi maupun dari segi wadah penampungannya.
Dengan gencarnya promosi baik di tingkat Daerah Kabupaten Bima Kota Bima, Kabupaten Dompu, tingkat Propinsi dan Pameran sampai tingkat Nasional maka sambal jeruk asli Bima yang dengan secara alami pembuatannya mampu bertahan 2 tahun.Dan Pada saat ini dapat meraih pasar yang menjajikan.
PKBM Pantai Wane telah memprogramkan tentang ketersediaan bahan baku jeruk sekitar 20 Ha, melalui kemitraan Dinas Pertanian. Kegiatan Industri kecil Mbohi dungga ini dapat di lakukan secara teratur oleh ibu rumah tangga dalam rangka meningkatkan pendapatan rumah tangga.
Dan pada saat ini dengan kemasan baru sudah dapat di pasarkan secara luas ( barang bukti berupa foto di sertakan ).
- Industri kecil kripik/krupuk
PKBM pantai wane melalui ide penulis bagai mana upaya memberikan motivasi kepada ibu-ibu rumah tangga agar tetap gemar untuk tetap berusaha lewat apa saja termasuk membuat kripik dan krupuk.
Pada saat ini warga binaan PKBM Pantai Wane dalam mengembangkan usaha keripik baik keripik / kerupuk singkong maupun kripik gadung.
Dengan keterampilan yang telah di milikinya ibu-ibu rumah tangga sudah membuat menjadi bahan olahan setengah jadi; sahingga pendapatan para petani akan semakin meningkatdan barang tersebut dapat bertahan minimal 2 tahun.
Berbagai kreasi yang di laksanakan oleh penulis supaya para ibu rumah tangga senang tiasa gemar berusaha apa saja yang dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. Insya Allah dengan kemitraan dengan berbagai instansi setempat semakin berkembang ( barang yang berupa foto-foto pendukung di sertakan dalam tulisan ini).
d). Gemar Usaha Pertanian Terpadu
Pada dasarnya penulis punya keyakinan yang sangat kuat masyarakat dan bangsaku bisa kuat dan maju apabila mayoritas panduduk negeri ini adalah petani. Bila kita motivasi para petani dengan sungguh-sungguh melalui terapan program berupa lahan-lahan contoh ( lahan pemodel) dan kita arahkan petani primitif dan petani tradisional ke petani moderen.dan hasil-hasil para petani sedemikian rupa harus di olah dulu minimal setengah jadi baru bisa di pasarkan baik oleh ibu-ibu rumah tangga maupun kelompok tani tersebt.
penulis mencoba mengadakan penelitian sejak agustus 2003 sampai dengan sekarang dengan cara memberikan motivasi dan mendanai sealakadarnya.
Alhamdulillah para petani termotivasi adanya malah gemar menekuni pekerjaanya tetapi kendala yang di rasakan berupa hama dan pemasaran yang tidak teratur. walaupun di tengah hama babi yang menjamur para petani masih bisa memanen hasil dengan baik. Insya Allah dengan telah di buatnya nota kesepakatan anatar 7 KUPT Dinas terkait kendala hama dan tehnik pertanian yang baik akan segara teratasi.
Tidak kalah pentingnya tentang pemasaran yang teratur, sehingga para petani dapat berusaha taninya secara teratur dan berkesenambungan. Tentang hal tersebut penulis mencoba melaksanakan pemasaran keliling dari desa-ke desa dan bahkan ke kota dengan saling membutuhkan ( barter ), dari segala hasil petani yang bisa di pasarkan dengan kendaraan roda empat dan Alhamdulillah lancar adanya, mulai pada juni 2006 sampai dengan oktober 2007 telah melaksanakannya pemasaran tersebut.
Adapun beberapa pertanian yang telah di teliti antara lain:
- Di Daerah Sawah (tiga kali, musim tanam)
Pertanian terpadu berupa: Unggas, ikan air tawar, kerang air tawar, siput lokal dan belut, kegiatan tersebut dilaksanakan dalam satu tempat usaha dengan sistim tumpang sari, kegiatan di laksanakan pada tahun 2005.
Alhamdulillah berhasil adanya akan tetapi kendala yang di hadapi berupa keamanan dari pencurian.
Menurut data yang menjadi satu kemyataan bahwa keberhasilan seperti apa adanya.
Tetapi sangat memungkinkan di kembangkan lagi, ( Data dan foto kegiatan di sertakan).
- Di Lahan Tada Hujan
Penulis telah melakukan kegiatan pertanian terpadu pada tahun 2003 dan 2004 dengan sistim tumpang sari berupa tanaman kacang kedelai, jagung biasa, ubi kayu dan di pingir sekelilingnya di tanami kacang panjang, bamia dan labu.Dari hasil tersebut diolah terlebih dahulu menjadi barang setengah jadi sehingga menjadi sesuatau menjadi nilai tambahan.
Satu pohon ubi kayu dapat menjadikan 130 buah kerupuk.
Artinya kalau di ungkapkan Rp. 100 x 130 buah Rp. 13.300,- sedangkan kalau di jual mentah perpohon hanya berkisar maksimal Rp. 2.500. dalam waktu yang sangat terbatas
Penulis merasa sangat yakin bila petani dengan hasil pertaniannya dapat di bina dan di kembangkan kemampuannya maka hasilnya dapat lebih meningkat.
Untuk mendukung hasil pertanian yang dapat digunakan dalam jangka panjang dan sewaktu-waktu dapat dimanfaatkan oleh petani/masyrakat, penulis menyimpan hasil pertanian untuk diuji coba daya tahannya/keawetannya berupa:
- Biji-bijan di simpan dengan abu gosok dan Alhamdulillah sudah mancapai 6 tahun lebih sejak Maret 2003 sampai sekarang dengan kadar aus hanya berkisah 10 % dan Insya Allah semua itu akan bisa di manfaatkan secara bertahap dan teratur, dalam harga yang stabil.
- Mbohi Dungga ( sambal jeruk Khas Bima )
Di teliti sebagi sampel pada Agustus 2005 – Agustus 2009 ( Empat Tahun ) tetap awet dan bagus untuk siap di konsumsi seperti sejak kala.
- Buah Belinjo
Buah belinjo di jadikan sampel sebanyak 10 Kg Sejak Nopember 2005sampai dengan Agustus 2009 ( Empat Tahun Berjalan ) hanya memiliki kadar aus15 % Dan akan di jadikan tepung yang siap di jadikan kripik belinjo untuk di pasarkan secara Berskala dengan nilai jual yang stabil.
- Kripik Gadung
Berbagai kripik yang paling mudah untuk mendapatkan bahan bakunya Dan sekitar lebih kurang 10.000,- Ha ( Sepuluh ribu Hektar ) Tersebar di sekitar Gunung wilayah kec. Parado.
penulis telah melakukan berbagai uji sampel berupa kripik dari tepung gadung dan hasilnya sangat bagus.
Pada September 2005- lewat KBU Program PLS penulis melakoninya bersama warga belajar dan hasil sangat memungkinkan untuk di pasarkan.
Ada beberapa yang bisa di kembangkan berupa tepung di jadikan berbagai macam Adonan dan memungkinkan untuk bisa di kembangkan
Tetapi untuk sementara penulis kembangkan bersama warga belajar berupa keripik gadung.
- Gemar Beramal
Pada dasarnya semua orang mendambakan hidup bahagia dan sejahtera sehingga tidak kenal siang dan malam membanting tulang untuk mencapainya, Namun tidak semua orang mampu mencapainya.Pertanda bahwa Allah sebagai sumber pemberi rejeki yang menentukan segalanya setelah manusia berusaha dengan sungguh-sungguh dalam mencari rejeki tersebut
Dengan demikian, harus diyakini bahwa Allah hendak menguji umat manusia tentang kesabaran dan ketaqwaan serta kecintaannya terhadap Allah SWT. Di balik peristiwa tersebut hanya beberapa persen sekian banyak umat manusia yang di percaya untuk memelihara amanah selaku bendahara Allah di muka bumi ini.Sungguh berbahagia orang –orang kaya harta benda yang telah di percayakan sebagai bendahara Allah untuk mengatur,memelihara dan memanfaatkan menurut aturan yang di tetapkan oleh yang maha memberi rejeki tersebut.
Rejeki dan nikmat yang tengah di rasakan masih Allah menawarkan lagi untuk selalu di tambahkan kepada orang-orang yang senantiasa bersyukur kepada-Nya,di salah satu ayat Allah yang memberikan kabar gembira dan peringatan kepada umat manusia tentang hal kenikmatan.”Apa bila engkau pandai mensyukuri nikmat-Ku akan Aku tambahkan kenikmatan itu dan apa bila engkau mengingkarinya siksaan-Ku amat pedih ( QS .
Memperhatikan ayat tersebut, umat manusia sangat di harapkan untuk senantiasa mawas diri di kala menikmati harta benda dengan selalu memperhatikan aturan main yang telah di gariskan oleh Agama.
Misalkan saja,disamping kita menikmati rejeki tersebut maka tolonglah ditengok dan di lihat para dhuafah yang sangat membutuhkan kasih sayang kepada kita yang merupakan haknya mereka. Karena di sadari bahwa dalam harta kekayaan kita ada hak orang lain yaitu hak anak – anak yatim piatu, hak fakir miskin dan kaum dhuafah. Sehinga kita sebagai bendahara Allah SWT di ibaratkan seperti kran air. Di samping untuk nya sendiri juga air tersebut dapat di nikmati oleh orang lain.
Namun kebahagiaan yang begitu indah dan nikmat terkadang berlangsung tidak begitu lama karena kita tidak istiqomah dalam memanfaatkan sehingga Allah menarik kembali amanah tersebut secara perlahan-lahan ataukah dengan paksa melalui bencana dan musibah berupa pencurian, perampokan, kebakaran dan lain –lainnya, yang tidak kita sadari sebelumnya.
Dalam Al-Qur`an di abadikan dua peristiwa yang menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita. “Misalnya : peristiwa SA`LABA dan QARUN akibat keserakahannya, Allah menarik kembali rejeki dan nikmat yang di berikan dengan cara menurunkan bencana dan ajab bagi mereka sehingga dalam sekejap harta bendanya musnah. Demikianlah Allah menarik kembali nikmatnya bahkan mengembalikan kemiskinan itu lebih dari kondisi kernelaratan awal
Yakin percayalah bahwa Allah SWT tidak merubah janjinya.
Oleh karenanya sebelum terlambat maka marilah kita merenungkan bahwa harta benda sesungguhnanya adalah titipan Allah SWT kepada kita dan sembari kita dapat menikmatinya juga kita salurkan kepada orang - orang yang berhak menerimanya sehingga kita di kategorikan oleh Allah SWT sebagai hamba yang DERMAWAN yang senantiasa mandapat Kebahagiaan, kenikmatan di akhirat Amin !.
Maka zakat, infak dan sedekah jangan di pandang sebagai kewajiban semata tertapi merupakan suatu kegemaran untuk beramal. Memang di sadari bahwa menjadikan gemar beramal adalah salah satu hal yang sangat berat, akan tetapi kalau kita bersikap pasrah di balik perasaan dan prasangka kita selaku mahluk yang memliki nafsu serakah, maka kita akan mendapatkan kesuburan harta benda yang tidak di sangka-sangka.
Salah seorang teman pernah bercerita pengalamannya kepada saya dan pengalaman tersebut adalah teladang terbaik bagi saya untuk mengintropeksi diri, di mana dia mengisahkan pasrahan dan keihlasannya untuk menghibahkan hasil bawang nya untuk pembangunaan mesjid di kampung halamannya sehingga berkat itu anugerah rejeki yang berlimpah senantiasa di terimanya dari Allah SWT.
Jadi nyatalah gemar beramal akan menambah subur harta benda dan rejeki akan di berikan oleh Allah SWT dari berbagai arah yang tidak di sangka –sangka dan Insya Allah kemiskinan tidak mungkin terjadi semasih kita mensyukuri nikmat Allah SWT dan memanfaatkan nya menurut aturan agama. Semoga kita termaksud diantaranya, Amin.
Dari paparan di atas penulis merumuskannya secara matematika tentang rumus mengentas kemiskinan ekonomi rumah tangga yaitu :
K = M + 3 G ( Kaya = Miskin di Entaskan dengan Gelora Gemar beribadah, Gemar berusaha dan Gemar beramal ).
Rumus mengentaskan kemiskinan ekonomi rumah tangga yang telah dikemukakan dalam pembahasan ini lebih didominasi oleh pengalaman yang dialami penulis dan usaha-usaha pembuktian dari rumus di atas. Data dan pengalaman diatas merupakan hasil pengamatan, wawancara dan penelitian yang dilakukan peneliti terhadap rumah tangga, keluarga sendiri dan tetangga-tetangga penulis maupun pada masyarakat sekitar terutama di kecamatan Monta dan kecamatan Parado.
Pengalaman penulis dan data-data pengamatan penulis ini kemudian penulis mendiskusikan dengan banyak orang, sehingga penulis mengambil kesimpulan bahwa untuk menciptakan rumus dalam mengentaskan kemiskinan ekonomi rumah tangga. Rumus itu adalah K = M + 3 G ( Kaya = Miskin di Entaskan dengan Gelora Gemar beribadah, Gemar berusaha dan Gemar beramal ).
Rumus di atas berdasarkan uji coba dan pengamatan yang dilakukan menunjukkan bahwa rumus ini adalah rumus yang ampuh dalam mengatasi kemiskinan ekonomi rumah tangga, untuk itu konsep ini dapat diuji coba pada tempat lain/daerah lain.
Walaupun menurut penulis konsep ini yang terbaik, akan tetapi penulis menyadari bahwa penulis adalah manusia biasa yang penuh dengan kelemahan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritikan dan saran pada para pembaca agar tulisan ini lebih mendekati pada kesempurnaan.
Dan akhirnya kepada Allah-lah segala urusan kita kembalikan, semoga tulisan ini bermanfaat pada masyarakat luas, Amiin.
Langganan:
Postingan (Atom)